https://blantika.publikasiku.id/ 614







Blantika: Multidisciplinary Jornal

Volume 2 Number 6, 2024
p- ISSN ISSN 2987-758x e-ISSN 2985-4199


KRITERIA USIA CAKAP MENIKAH DALAM PENETAPAN DISPENSASI
KAWIN



Shofi Hatul Fitria, Lailatul Arifah AT Tambuni
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia

Email: fitriashofihatul@gmail.com, arifahlailatul12@gmail.com
ABSTRAK

Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan
ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan
bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Metode
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yakni penelitian ini merupakan
pengolahan data yang pada hakikatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap
bahan-bahan hukum tertulis. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dasar dan
pertimbangan Hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur berdasarkan
penetapan No.0362/Pdt.P/2017/PA.Jbg, secara hukum Islam diperbolehkan. Sesuai dengan kaidah
fiqhiyah: mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan. Hakim
mengedepankan konsep Maslahah yaitu pertimbangan kebaikan dan menolak kerusakan dalam
masyarakat serta upaya mencegah kemudharatan. Dengan dikabulkannya dispensasi usia perkawinan
terhadap anak yang belum cukup usia untuk melakukan perkawinan dapat diterima oleh akal sehat
bahwa ia betul-betul mendatangkan manfaat bagi kedua calon mempelai.
-
Kata Kunci; kriteria usia, menikah, dispensasi kawin

ABSTRACT
Marriage according to Islamic Law is marriage, that is, a very strong covenant or mitsaqan ghalidzan
to obey Allah's commandments and carry them out is worship. Marriage aims to create a sakinah,
mawaddah and rahmah domestic life. This research method uses a normative juridical approach
method, namely this research is data processing which essentially means activities to systematize
written legal materials. From the explanation above, it can be concluded that the basis and
consideration of the Judge in granting the application for dispensation of underage marriage is based
on the determination No.0362/Pdt.P/2017/PA. Jbg, Islamic law is permissible. In accordance with the
rules of fiqhiyah: preventing damage takes precedence over attracting benefit. The judge put forward
the concept of Maslahah, which is a consideration of goodness and rejecting damage in society as
well as efforts to prevent harm. By granting the dispensation of the age of marriage to children who
are not old enough to marry, it is acceptable to common sense that it actually brings benefits to the
bride and groom.

Keywords: Age criteria, marriage, marriage dispensation

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International


Vol. 2, No. 6, 2024
[Kriteria Usia Cakap Menikah dalam Penetapan Dispensasi
Kawin]


https://blantika.publikasiku.id/ 615

PENDAHULUAN

Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah
(Anam, 2019). Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan Rahmah (Yuniria, Dedi, & Warlizasusi, 2022). Memperoleh sakinah, mawaddah
dan rahmah adalah keinginan utama setiap manusia dalam menjalani kehidupan rumah
tangganya. Lebih lanjut ikatan pernikahan merupakan Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan
menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan.

Perkawinan tentu memiliki rukun dan syarat yang harus terpenuhi, salah satu syaratnya
adalah kriteria umur. Perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai
umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yakni calon suami
sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurangkurangnya berumur 16 tahun. Pada
Oktober 2019, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan mengalami amandemen
(perubahan) dan tertera dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 pada Pasal 7 yang berbunyi,
“Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Apabila
terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur orang tua kedua calon mempelai dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti yang cukup”
Sementara itu dalam Islam, agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, tidak
memberikan batasan umur sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Perkawinan. Agama Islam menetapkan ukuran kedewasaan seseorang apabila ia telah baligh. Usia
baligh seseorang tentu berbeda-beda.

Untuk wanita biasanya ditandai dengan datangnya haid (menstruasi), sedangkan untuk pria
ditandai dengan mimpi basah. Pasal 7 ayat (2) Undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan mengatur bahwa dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta
dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau
pihak wanita. Perbandingan antara perspektif hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan di
Indonesia terkait dengan batasan usia untuk menikah. Meskipun Undang-Undang Perkawinan
telah mengalami amandemen pada tahun 2019 yang menetapkan usia minimal 19 tahun bagi pria
dan wanita untuk menikah, perspektif agama Islam tidak memberikan batasan usia yang konkret,
melainkan menggunakan kriteria kedewasaan seperti baligh sebagai acuan. Pentingnya
memahami dinamika antara hukum positif dan hukum agama, serta implikasinya terhadap praktik
pernikahan di masyarakat Indonesia. Dengan adanya perbedaan pendekatan ini, muncul potensi
untuk adanya ketegangan antara kebijakan hukum yang berlaku dan nilai-nilai serta praktek
keagamaan dalam masyarakat.

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
metode pendekatan yuridis normatif yakni penelitian ini merupakan pengolahan data yang pada
hakikatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis
(Muhammad Syahrum, 2022). Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yakni
penulisan ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau gejala dari suatu objek yang
diteliti secara menyeluruh dan sistematis (Rukajat, 2018). Teknik pengumpulan data sesuai
dengan tahap penelitian diatas yaitu dengan melakukan studi kepustakaan yang terdiri dari
penelurusan terhadap dokumen instrument-instrumen hukum nasional yang memiliki keterkaitan
langsung masalah perkawinan anak (Sinurat, 2023).



[Peran Bawaslu Kabupaten Muzro Jambi dalam Mengawasi

Pemilu Serentak Tahun 2019] Vol. 1, No. 4, 2023


616


HASIL DAN PEMBAHASAN

Devinisi dispensasi nikah
Dispensasi adalah pengecualian dari aturan karena adanya pertimbangan khusus;

pembebasan dari suatu kewajiban atau larangan (Judiasih, Dajaan, & Nugroho, 2020). Sedangkan
nikah (kawin) adalah ikatan atau akad perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum dan ajaran agama. Menurut Roihan A. Rasyid, dispensasi kawin adalah dispensasi yang
diberikan pengadilan agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk
melangsungkan perkawinan. Demikian pula menurut Ateng Syarifuddin, dispensasi nikah
merupakan keringanan yang bertujuan menembus rintangan yang sebetulnya secara normal tidak
diizinkan, menyisihkan pelarangan dalam hal yang khusus (relaxation legis) (Murtadlo & Hakim,
2023). Dispensasi kawin adalah pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami/isteri
yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan, Dispensasi kawin merupakan
perkara voluntair, yakni perkara permohonan yang di dalamnya tidak ada sengketa, sehingga tidak
mempunyai lawan dan produknya berbentuk penetapan. Pada perkara permohonan tidak dapat
diterima oleh pengadilan kecuali ada kepentingan undang-undang yang menghendaki (Latupono,
2019).

Adanya perubahan mengenai Undang-undang perkawinan yang mana Undang-undang
No.1 Tahun 1974 telah diperbaharui dengan Undang-undang No.16 tahun 2019 yang mengatur
mengeani batas usia perkawinan yang mana sebelumnya batas minimal nikah bagi laki-laki 19
tahun dan perempuan 16 tahun, telah diubah menjadi 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan.

Dispensasi Menurut Hukum Islam

Dalam hukum islam tidak ada yang menjelaskan secara spesifik mengenai dispensasi nikah
dalam fikih pun tidak ada batasan minimal dan maksimal bagi laki-laki maupun perempuan yang
ingin menikah (Iqbal & Rabiah, 2020). Tidak adanya batasan usia nikah. syarat dalam hukum
islam bagi laki-laki maupun perempuan yang ingin menikah yaitu harus sudah baligh yang mana
aturan baligh bagi perempuan dan laki-laki tentu berbeda dan umur dari setiap orang yang baligh
juga berbeda hal inilah yang menjadikan banyaknya ulama fiqih yang berbeda pendapat mengenai
usia baligh bagi laki-laki atau Perempuan (Marzuni, 2005). Dalam Al-Qur’an juga tidak
menjelaskan secara rinci mengenai batas usisa pernikahan, namun dalam Al-Qur’an menjelaskan
secara umum mengenai kapan seseorang bisa dinikahkan, seperti dalam Surah An-Nisa yang
artinya berbunyi : ”Dan ujilah anak yatimmu itu sampai mereka cukup umur untuk kawin,
kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.”
(QS. Al-Nisâ [4]: 6)

Ayat diatas menjelaskan mengenai anak-anak yang masih muda tidak dapat dinikahkan
setelah mereka baligh. Dijelaskan juga mengenai konsep dasar perkawinan dalam surah An-Nur
yang artinya berbunyi : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-
Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS. An-Nûr [24]: 32).

Ayat diatas tidak menjelaskan mengenai batas usia perkawinan namun dalam ayat tersebut
menjelaskan serta mensyaratkan adanya kemampuan untuk membina rumah tangga serta
memikul tanggung jawab perkawinan (Yulianti, 2010). Yang mana kemampuan disini dapat
berarti mengenai materi dan biologi, namun tidak hanya itu mengenai kemampuan untuk
mendidik pasangan serta anak-anak kelak, kemampuan agama, sosial dan budaya yang positif
juga yang nantinya akan berpengaruh ke anak dan cucu. Serta mampu menerima pasangan tidak
hanya dari kelebihannya namun juga kekurangannya dan saling melengkapi.

Islam tidak mengatur mengenai dispensasi nikah karena mayoritas ulama hanya
menyubutkan baligh, tidak menentukan batas usia perkawinan, dengan ini dapat ketahui bahwa
tidak ada dispensasi nikah dalam islam karena dalam islam tidak ada menjelaskan mengenai
batasan usia nikah secara khusus (Habibah, 2023).

Vol. 2, No. 6, 2024
[Kriteria Usia Cakap Menikah dalam Penetapan Dispensasi
Kawin]


https://blantika.publikasiku.id/ 617

Sedangkan menurut kebanyakan para ulama termasuk pula sebagian ulama Hanafiyah yaitu
apabila seseorang telah mencapai usia 15 tahun baik bagi anak laki-laki maupun anak perempuan.
Pada umumnya sekitar usia 15 tahun berkembang kemampuan akal seseorang cukup mendalam
untuk mengetahui antara yang baik dan yang buruk dan antara yang bermanfaat dan berbahaya
(Hidayatulloh & Janah, 2020). Sehingga telah dapat mengetahui akibat-akibat yang timbul dari
perbuatan yang dilakukannya. Imam Maliki, Imam Syafi‟i, dan Imam Hambali menyatakan
tumbuhnya bulu-bulu ketiak merupakan bukti baligh seseorang.

Pendapat ulama kontemporer Ibn Hazm, mengutip pendapat Abu Muhammad, bahwa
argumentasi yang digunakan untuk melegalkan tindakan orang tua menikahkan anak
perempuannya di bawah umur adalah tindakan Abu Bakar As-Sidiq. Selain itu Yusuf Qordhawi
menyampaikan pentingnya adanya batasan minimal usia perkawinan agar sebuah pernikahan
yang memiliki tujuan mulia dan bernilai ibadah menjadi rusak karena menikah di usia yang
kurang tepat, Yusuf Qordhawi tidak menyebutkan usia yang pasti dalam batasan usia nikah akan
tetapi lebih menekankan agar menikah di usia baligh berdasarkan kondisi Urf‟(kebiasaan) dan
segi geografis di setiap negara berbeda-beda.

Dispensasi Nikah Menurut Hukum Positif

Dalam hukum positif undang-undang mengatur bagi laki-laki maupun perempuan harus
miliki kematangan baik fisik, jiwa dan raga jika hendak melangsungkan pernikahan sehingga
ketika menikah mereka dapat membina pernikahan dengan baik tanpa ada perceraian
(Simanjorang, 2022).

Undang-undang juga mengatur mengenai pernikahan dibawah umur, yang mana jika laki-
laki atau perempuan yang ingin menikah namun belum cukup umur maka harus mengajukan
dispensasi nikah dan harus dengan persetujuan dari kedua calon mempelai dan juga orang tua
mempelai yang belum cukup umur. Hal ini sejalan dengan UU No.1 tahun 1974 dan telah
diperbaharui menjadi UU No.16 tahun 2019.

Asas Kebebasan dalam Hukum Acara Peradilan Agama

Asas Kebebasan dalam hukum acara peradilan agama menyatakan bahwa hakim memiliki
kebebasan dalam pemeriksaan perkara sampai pada penyusunan putusannya (Marzuni, 2005).
Apabila dikaitkan dengan Dispensasi Kawin, asas ini banyak berpengaruh dalam pertimbangan-
pertimbangan yang digunakan oleh Hakim untuk memberikan Dispensasi Kawin. Karena regulasi
hukum perkawinan memang tidak memberikan persyaratan khusus untuk mengajukan
permohonan Dispensasi Kawin, maka pertimbangan untuk mengabulkan atau menolak
permohonan Dispensasi Kawin sepenuhnya diserahkan pada kebebasan hakim. Untuk itu, hakim
dapat menggali dan menemukan hukum yang terdapat dalam nilai-nilai yang ada di masyarakat,
termasuk nilai moral agama. Asas inilah kemudian yang menjadi dasar bagi hakim untuk
menggunakan kaidah hukum Islam dalam mempertimbangkan permohonan Dispensasi Kawin.
Untuk pertimbangan hukum pada permohonan Dispensasi, 2 (dua) kaidah yang paling banyak
digunakan adalah kaidah bahwa menolak mafsadat lebih diprioritaskan daripada menarik
maslahat serta kaidah bahwa Pemerintah mengurus rakyatnya dari segi kemaslahatan. Melalui
penggunaan kaidah kaidah inilah kemudian hakim pada akhirnya mengabulkan permohonan
Dispensasi Kawin. Dalam pertimbangannya, walaupun calon suami dan atau calon istri secara
nyata belum memenuhi batas usia perkawinan, namun hakim akan memberikan Dispensasi Kawin
setelah menyimpulkan bahwa perkawinan di antara keduanya akan lebih memberikan manfaat
setelah mendengar keterangan dalam persidangan (Mahendra, 2020).

KESIMPULAN

Dari penelitian yang penelitian lakukan maka dapat disimpulkan bahwa dasar dan
pertimbangan Hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur
berdasarkan penetapan No.0362/Pdt.P/2017/PA.Jbg, secara hukum Islam diperbolehkan. Sesuai
dengan kaidah fiqhiyah: mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan.


[Peran Bawaslu Kabupaten Muzro Jambi dalam Mengawasi

Pemilu Serentak Tahun 2019] Vol. 1, No. 4, 2023


618


Hakim mengedepankan konsep Maslahah yaitu pertimbangan kebaikan dan menolak
kerusakan dalam masyarakat serta upaya mencegah kemudharatan. Dengan dikabulkannya
dispensasi usia perkawinan terhadap anak yang belum cukup usia untuk melakukan
perkawinan dapat diterima oleh akal sehat bahwa ia betul-betul mendatangkan manfaat
bagi kedua calon mempelai. Dalam Penetapan permohonan dispensasi nikah tersebut,
hakim pada dasarnya menggunakan berbagai macam pertimbangan dan dasar hukum yaitu
Undang-undang No 1 tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam (KHI), juga kaidah fiqhiyah.
Akan tetapi majlis hakim lebih mengedepankan konsep maslahah dikarenakan untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan akan terjerumus yang lebih jauh
berupa fitnah dan pelanggaran norma agama. Untuk menghindari hal-hal tersebut, maka
hakim sebagai bagian dari aparat penegak dan praktisi hukum, harus lebih
mempertimbangkan kemanfaatan hukum dalam mengabulkan permohonan dispensasi usia
perkawinan. Pada dasarnya pertimbangan hakim dalam mengabulkan dipensasi usia
perkawinan yaitu hakim tidak terikat dengan hukum positif. Hakim diberi kesempatan
untuk melakukan ijtihad atau penemuan hukum tertentu. Meskipun telah diatur batasan usia
persyaratan perkawinan, namun pada tingkat praktik penerapannya bersifat fleksibel.
Artinya, jika secara kasuistis memang sangat keadaan darurat demi menghindari mafsadah
maka harus diberikan dispensasi dan segera dikawinkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anam, Khoirul. (2019). Studi Makna Perkawinan Dalam Persepektif Hukum Di Indonesia.
Yustitiabelen, 5(1), 59–67.

Habibah, Umi. (2023). Tinjauan Kompilasi Hukum Islam terhadap Permohonan Dispensasi
Nikah di Bawah Umur. El-Mal: Jurnal Kajian Ekonomi & Bisnis Islam, 4(3), 646–661.

Hidayatulloh, Haris, & Janah, Miftakhul. (2020). Dispensasi nikah di bawah umur dalam hukum
Islam. Jurnal Hukum Keluarga Islam, 5(1), 34–61.

Iqbal, Muhammad, & Rabiah, Rabiah. (2020). Penafsiran dispensasi perkawinan bagi anak di
bawah umur (Analisis beberapa putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh). El-Usrah: Jurnal
Hukum Keluarga
, 3(1), 101–114.

Judiasih, Sonny Dewi, Dajaan, Susilowati Suparto, & Nugroho, Bambang Daru. (2020).
Kontradiksi antara dispensasi kawin dengan upaya meminimalisir perkawinan bawah umur
di Indonesia. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 3(2), 203–222.

Latupono, Barzah. (2019). Penyelesaian Perkawinan Yang Tidak Memenuhi Syarat Perkawinan
Melalui Isbath Nikah. Jurnal Hukum & Pembangunan, 49(4), 959–967.

Mahendra, Ahmad Alfian. (2020). Analisis Maslahah terhadap pendapat hakim Pengadilan
Agama Sidoarjo tentang saksi anak kandung dalam sidang perceraian orangtuanya. UIN
Sunan Ampel Surabaya
.

Marzuni, Elfi. (2005). Penerapan Asas Kebebasan Hakim Dalam Mengambil Putusan Perkara
Pidana
. Universitas Islam Indonesia.

Muhammad Syahrum, S. T. (2022). Pengantar Metodologi Penelitian Hukum: Kajian Penelitian
Normatif, Empiris, Penulisan Proposal, Laporan Skripsi dan Tesis
. CV. Dotplus Publisher.

Murtadlo, Muhammad Ali, & Hakim, Muhammad Fikri. (2023). Penolakan Dispensasi Nikah
Oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Kota Madiun (Analisis Terhadap Penetapan
Perkara No. 9/Pdt. P/2022/Pa. Mn). JURNAL LEGISIA, 15(1), 98–111.

Rukajat, Ajat. (2018). Pendekatan penelitian kualitatif (Qualitative research approach).
Deepublish.

Simanjorang, Brigita. (2022). Kajian Hukum Perkawinan Anak Dibawah Umur Menurut Undang
Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974. Tentang Perkawinan. Lex Crimen, 11(6).

Sinurat, Jikri. (2023). Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Melakukan Kegiatan
Pertambangan Tanpa Izin (Studi Pada Kepolisian Resor Kota Besar Medan)
.

Yulianti, Rina. (2010). Dampak yang ditimbulkan akibat perkawinan usia dini. Jurnal Pamator:

Vol. 2, No. 6, 2024
[Kriteria Usia Cakap Menikah dalam Penetapan Dispensasi
Kawin]


https://blantika.publikasiku.id/ 619

Jurnal Ilmiah Universitas Trunojoyo, 3(1).
Yuniria, Marice, Dedi, Syahrial, & Warlizasusi, Jumira. (2022). Implementasi Ikrar Sighat Taklik

Talak Dalam Membentuk Keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah. Al Qalam: Jurnal
Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan
, 16(5), 1779–1786.