Blantika: Multidisciplinary Jornal

Volume 2 Number 9, Juli, 2024

p- ISSN 2987-758X  e-ISSN 2985-4199

 

UJI KOMPATIBILITAS LARUTAN SEBAGAI KARAKTERISTIK SCREENING SURFAKTAN TWEEN 20 SALINITAS 8000 PPM TERHADAP MINYAK RINGAN  PADA SUHU 60˚C

                 

Alvino Malva Wibowo, Havidh Pramadika, Pauhesti Pauhesti

Universitas Trisakti, Indonesia

E-mail: alvinomlvw@gmail.com

ABSTRAK

Enhanced Oil Recovery termasuk ke dalam metode pengangkatan minyak tertiary, yang bertujuan untuk memperbaiki efisiensi pendesakan dan penyapuan volumetrik. Pendekatan EOR sendiri bertujuan untuk mendorong perolehan minyak menggunakan energi dari luar reservoir.  Karakteristik minyak, batuan, dan air formasi memainkan peran penting dalam menentukan efektivitas metode EOR. Injeksi surfaktan tergolong menjadi salah satu teknik dalam Enhanced Oil Recovery pada reservoir dengan kandungan fluida dengan viskositas tinggi karena pengaplikasiaanya mampu menurunkan interfacial tension dan recovery yang dihasilkan relatif besar saat penyapuan pada minyak berat dibandingkan dengan injeksi air konvensional.  Tween 20 sebagai salah satu surfaktan sintetik mampu tetap stabil pada salinitas dan suhu yang rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekompatibilitasan surfaktan dengan minyak ringan dalam salinitas 8000 ppm dan suhu 60˚C.  Uji kompatibilitas meliputi dua pengujian, yaitu uji kestabilan larutan (aqueous stability) dan uji kelakuan fasa (phase behavior). Maka didapat hasil dari uji aqueous stability, yaitu semua konsentrasi larutan surfaktan Tween 20 memiliki fasa homogen yang menunjukan pada pengujian ini semua konsentrasi larutan kompatibel. Kemudian dilakukan pengujian phase behavior dan mendapatkan hasil pada larutan surfaktan tween 20 dengan konsentrasi 1% didapat emulsi fasa tengah sebesar 22,5%. Maka kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah larutan surfaktan Tween 20 dengan konsentrasi 1% dianggap kompatibel dengan minyak ringan (39˚ API).  Larutan Surfaktan Tween 20 dengan konsentrasi 1% memiliki kestabilan emulsi yang paling baik sehingga berpotensi besar untuk menurunkan interfacial tension agar dapat meningkatkan perolehan minyak.

 

Kata Kunci: Enhanced oil recovery, Injeksi surfaktan, Tween 20, Uji ketabilan larutan, Uji kelakuan fasa

 

 

ABSTRACT

Enhanced Oil Recovery (EOR) is classified as a tertiary oil recovery method, aiming to improve both displacement efficiency and volumetric sweep efficiency. The EOR approach seeks to enhance oil recovery by utilizing external energy sources. This process involves several principles, typically including the characteristics of the oil itself and its interactions with the surrounding rock and formation water. Surfactant injection is one of the techniques in EOR, particularly suitable for reservoirs containing high-viscosity fluids because it can significantly reduce interfacial tension, resulting in relatively higher recovery rates during heavy oil displacement compared to conventional water injection. Tween 20, as a synthetic surfactant, remains stable at low salinity and temperature levels. The aim of this research is to determine the compatibility of the surfactant with light oil under conditions of 8000 ppm salinity and a temperature of 60˚C. Compatibility tests include two types of testing: aqueous stability and phase behavior tests. The results of the aqueous stability test showed that all concentrations of the Tween 20 surfactant solution had a homogeneous phase, indicating that all concentrations of the solution were compatible. Subsequently, a phase behavior test was conducted, and it was found that the Tween 20 surfactant solution with a 1% concentration produced a middle-phase emulsion of 22.5%. The conclusion drawn from this study is that the Tween 20 surfactant solution at a 1% concentration is considered compatible with light oil (39˚ API). The Tween 20 surfactant solution at a 1% concentration exhibited the best emulsion stability, indicating a significant potential to reduce interfacial tension and thus enhance oil recovery.

 

Keywords: Enhanced oil recovery, Surfactant injection, Tween 20, Aqueous stability test, Phase behavior test

qw56

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International

 

PENDAHULUAN

Enhanced Oil Recovery termasuk ke dalam metode pengangkatan minyak tertiary, yang bertujuan untuk memperbaiki efisiensi pendesakan dan penyapuan volumetrik. Pendekatan EOR sendiri bertujuan untuk mendorong perolehan minyak menggunakan energi dari luar reservoir. Karakteristik minyak, batuan, dan air formasi memainkan peran penting dalam menentukan efektivitas metode EOR. Proses tersebut salah satunya pembentukan mikroemulsi sebagai salah satu indikasi larutan kompatibel dalam menurunkan tegangan antarmuka (Mustamina Maulani and Rini Setiati, 2018). Injeksi surfaktan tergolong menjadi salah satu teknik dalam Enhanced Oil Recovery pada reservoir dengan kandungan fluida dengan viskositas tinggi karena pengaplikasiaanya mampu menurunkan interfacial tension dan recovery yang dihasilkan relatif besar saat penyapuan pada minyak berat dibandingkan dengan injeksi air konvensional.

Surfaktan berperan untuk mengurangi tegangan antar muka sehingga minyak dan air larut pada zona oil water contact dan meningkatkan sweep efficiency (Prisiela Utami et al., 2019). Tween 20 sebagai salah satu surfaktan sintetik mampu tetap stabil pada salinitas dan suhu yang rendah. Tween 20 memiliki karakteristik memiliki kelarutan yang baik dalam air dan memiliki viskositas rendah  yang dapat memudahkan saat proses penginjeksian surfaktan. Sama hal-nya dengan tujuan utama dari penginjeksian surfaktan, Tween 20 digunakan untuk menurunkan tegangan antara fasa minyak dan fasa air dalam reservoir (Zhang R, 2015). Penggunaan ethanol sebagai co-surfactant dapat membantu dalam menstabilkan karakteristik fisik mikroemulsi (Fadila et al., 2018).

Screening larutan surfaktan dilakukan melalui dua tahapan uji kompatibilitas, yaitu uji kestabilan larutan (Aqueous Stability) dan uji perilaku fasa (Phase Behavior). Uji kompatibilitas meliputi pengujian kestabilan larutan untuk mengetahui ketahanan surfaktan tanpa mengalami pembentukan endapan (Juita et al., 2016). Pengujian perilaku fasa dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan mikroemulsi stabil yang mengindikasikan larutan yang dugunakan kompatibel untuk menurunkan IFT (Nusaly et al., 2020).

METODE DAN PENELITIAN

Metodologi merupakan prinsip dasar mengenai metode riset yang diterapkan dalam proses penelitian. Penelitian ini merupakan pengujian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Enhanced Oil Recovery dengan mengamati langsung surfaktan yang akan dilakukan uji kompatibilitas dengan kondisi salinitas 8000 ppm dan suhu 60˚C. Uji kompatibilitas meliputi dua pengujian, yaitu uji kestabilan larutan dan uji kelakuan fasa. Uji kompatibilitas merupakan pegujian antara brine, larutan surfaktan dan juga crude oil. Serangkaian pengujian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas suatu larutan dalam menghadapi kondisi reservoir yang memiliki tempratur dan salinitas (Suparwoto et al., 2024). Uji Kestabilan Larutan, atau yang biasa disebut Aqueous Stability, yang biasa digunakan untuk mengukur kemampuan larutan surfaktan dalam mempertahankan stabilitasnya dalam air pada suhu tertentu. Pengujian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan fisik atau kimia yang terjadi pada surfaktan ketika dilarutkan dalam air. Uji ini membantu menentukan sejauh mana surfaktan tetap efektif tanpa mengalami pemisahan atau pengendapan pada suhu tertentu, yang pada gilirannya mempengaruhi kinerja larutan surfaktan atau larutan lain yang digunakan (Juita et al., 2016). Larutan homogen memungkinkan surfaktan untuk bekerja optimal dalam menurunkan interfacial tension sehingga lebih efektif dalam penggunaan metode Enhanced Oil Recovery. Sedangkan larutan heterogen cenderung memiliki sifat fisik yang tidak stabil dan dapat mengalami perubahan fasa yang signifikan, sehingga penggunaan dalam enhanced oil recovery kurang efektif (Yulia et al., 2020).

Pengujian Perilaku Fasa, atau yang dikenal sebagai Phase Behavior, adalah sebuah metode untuk mempelajari bagaimana komponen dalam suatu sistem, terutama surfaktan atau surfaktan dengan aditif lain, berinteraksi dan berubah pada kondisi-kondisi tertentu yang mempengaruhinya seperti suhu, tekanan, atau komposisi lainnya. Pengujian ini melibatkan pengamatan terhadap perubahan fasa atau komposisi saat variabel-variabel tersebut dimodifikasi (M. Farid Hermiza, 2022). Memahami perubahan perilaku fasa ini penting untuk memprediksi pergerakan fluida di dalam reservoir dan mengoptimalkan desain proses injeksi surfaktan. Campuran brine-minyak-surfaktan pada uji kelakuan fasa  menghasilkan tiga jenis fasa, yaitu fasa bawah (surfaktan larut dalam air), fasa tengah atau biasa disebut dengan mikromemulsi (surfaktan larut dalam fasa minyak dan air), dan fasa atas (surfaktan larut dalam minyak) (Andriyan et al., 2018). Dalam kegiatan pengujian fasa larutan surfaktan, yang diharapkan terjadi adalah terbentuknya mikroemulsi. Mikroemulsi yang stabil dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan surfaktan dalam menurunkan interfacial tension antara minyak dengan air sehingga dapat meningkatkan produksi minyak. Mikroemulsi yang stabil menunjukan interaksi antara minyak, surfaktan dan air seimbang (Yulia et al., 2017).

Penelitian ini memerlukan beberapa bahan yang terdiri atas Aquades, NaCl, Surfaktan Tween 20 dan light crude oil (39˚API). Kemudian alat yang akan di butuhkan pada pengujian kompatibilitas ini, yaitu magnetic stirrer, gelas kimia,  neraca digital, tube dan oven.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Magnetic Stirrer

Oven

Tube

Neraca Digital

Oven

Gambar 1. Alat yang digunakan

 

Penelitian dimulai dengan dilakukannya proses pembuatan brine dan surfaktan Tween 20 dengan berbagai konsentrasi. Brine yang diinginkan salinitas 8000 ppm, sedangkan variasi konsentrasi surfaktan yang diinginkan yaitu sebesar 0,5; 0,7; 0,9; 1 dan 1,3.  Dilakukan pengujian kestabilan larutan surfaktan (Aqueous Stability) dengan suhu 60˚C. Pengujian ini dilakukan selama 3 hari dengan interval pengecekan 1 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam untuk melihat kestabilan surfaktan dalam suhu tertentu, setelah dilakukan tes kestabilan larutan lalu dilakukan uji fasa (Phase Behavior Test) dengan penambahan minyak kedalam tube yang berisikan larutan surfaktan lalu dimasukan kedalam oven dengan suhu 60˚C dan dengan interval waktu pengecekan 0 jam, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 24 jam, 48 jam, 168 jam dan 336 jam. Karena emulsi yang diharapkan tidak terbentuk, maka larutan surfaktan ditambahkan dengan co-surfactant yaitu Ethanol sesuai dengan konsentrasi larutan. Skema alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah.

Gambar 2. Skema alur penelitian

 

Indikator keberhasilan disaat dilakukannya pengujian ketabilan larutan adalah dengan tidak terbentuknya larutan heterogen. Karena larutan homogen memungkinkan surfaktan untuk bekerja optimal dalam menurunkan interfacial tension sehingga lebih efektif dalam penggunaan metode Enhanced Oil Recovery. Sedangkan jika terbentuknya larutan heterogen, cenderung memiliki sifat fisik yang tidak stabil dan dapat mengalami perubahan fasa yang signifikan, sehingga penggunaan dalam enhanced oil recovery kurang efektif (Liu et al., 2022).  Sedangkan indikator keberhasilan dari pengujian phase behavior adalah dengan terbentuknya emulsi fasa tengah (mikroemulsi) yang mengindikasikan larutan surfaktan, brine dan minyak memiliki interaksi yang seimbang. Konsentrasi surfaktan yang menghasilkan emulsi fasa tengah (mikroemulsi) pada saat dilakukan pengujian, dianggap sebagai larutan dengan konsentrasi yang kompatibel untuk di aplikasikan (Bera and Mandal, 2015). Semakin besar nilai mikroemulsi yang dihasilkan, maka konsentrasi larutan tersebut yang dipakai untuk proses core flooding.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Screening surfaktan dilakukan dengan uji kompatibilitas yang terdiri dari dua jenis pengujian, yaitu uji aqueous stability dan uji phase behavior. Pengujian screening surfaktan ini dilakukan menggunakan brine salinitas 8000 ppm dan surfaktan Tween 20 dengan berbagai macam konsentrasi. Pada penentuan kompatibilitas larutan surfaktan Tween 20, menggunakan konsentrasi 0,5; 0,7; 0,9; 1 dan 1,3%. Uji kompatibilitas bertujuan untuk mengetahui ketahanan surfaktan tanpa mengalami pembentukan endapan. Dengan terbentuknya larutan homogen mengindikasikan suatu larutan kompatibel dalam menununkan interfacial tension. Apabila pada pengujian kompatibilitas larutan dinyatakan tidak kompatibel, maka surfaktan dinyatakan tidak layak untuk kondisi reservoir dengan salinitas dan suhu tersebut (Yekeen et al., 2017).

Aqueous stability test atau tes kesetimbangan larutan adalah salah satu parameter penting dalam penentuan larutan yang stabil dalam pengaruh salinitas dan suhu. Pada pengujian ini melihat faktor kecocokan antara larutan surfaktan dengan salinitas brine yang digunakan. Tujuan dari tes ini yaitu mengetahui perilaku surfaktan di reservoir, untuk memastikan surfaktan dapat bekerja secara optimal dalam berbagai pengaruh kondisi reservoir seperti suhu dan salinitas. Pengujian ini dilakukan selama 3 hari dengan interval pengecekan 1 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam, dengan meletakkan larutan surfaktan di dalam oven. Hasil dari pengujian aqueous stability surfaktan Tween 20  dengan suhu 60˚C pada salinitas 8000 ppm dapat dilihat dari tabel 1 berikut.

 

Tabel 1. Hasil Uji Aqueous Stability

No

Konsentrasi (%)

Waktu Pengamatan

1 Jam

1 Hari

2 Hari

3 Hari

1

Tween 20 0,5% + kosurfaktan

homogen

homogen

homogen

homogen

2

Tween 20 0,7% + kosurfaktan

homogen

homogen

homogen

homogen

3

Tween 20 0,9% + kosurfaktan

homogen

homogen

homogen

homogen

4

Tween 20 1% + kosurfaktan

homogen

homogen

homogen

homogen

5

Tween 20 1,3% + kosurfaktan

homogen

homogen

homogen

homogen

 

Pada tabel 1 diatas menunujukan hasil pengujian aqueous stability dengan konsentrasi surfaktan 0,5; 0,7; 0,9; 1 dan 1,3%. Diperoleh hasil dari pengamatan pengujian kesetimbangan, setiap larutan surfaktan membentuk larutan yang cenderung stabil oleh pengaruh salinitas dan suhu. Pengujian aqueous stability menunjukan bahwa larutan surfaktan Tween 20 kompatibel dengan salinitas brine yang digunakan, yaitu brine dengan salinitas 8000 ppm.

 

Gambar 4. Hasil Pengujian Aqueous Stability Surfaktan Tween 20

 

Karena pada pengujian aqueous stability tidak ditemukannya endapan atau partikel yang memungkinkan menimbulkan masalah ketika di injeksikan, kemudian pengujian selanjutnya melakukan pengujian phase behavior. Oleh karena pengujian aqueous stability tidak ditemukannya larutan heterogen (tidak kompatibel), maka seluruh konsentrasi surfaktan Tween 20 melanjutkan pengujian phase behavior. Pada pengujian phase behavior faktor yang diamati adalah konsentrasi pada larutan surfaktan. Mekanisme dari pengujian ini yaitu dengan menaruh larutan surfaktan dengan berbagai kosentrasi bersamaan dengan minyak di dalam satu tube. Kemudian menaruh tube yang berisikan minyak dan larutan surfaktan tersebut ke dalam oven dengan suhu 60˚C. Pengujian dilakukan selama dua minggu dengan diamati secara visual untuk melihat emulsi yang terbentuk sesuai dengan interval waktu yang ditentukan. Hasil dari pengujian phase behavior dapat dilihat pada table 2 berikut.

 

Tabel 2. Hasil uji Phase Behavior

Minyak

Komposisi Surfaktan

Fasa

Volume Pada Waktu Pengamatan (Jam)

Total Emulsi (%)

Jenis Emulsi Fasa

0

336

Light Crude Oil 39◦ API

Salinitas 8000 ppm

0.5 % Surfaktan + 0.5% kosurfaktan

Minyak

1,6

1,75

6,25%

atas

Emulsi

1,7

0,25

Surfaktan

0,7

2

Salinitas 8000 ppm

0.7 % Surfaktan + 0.7% kosurfaktan

Minyak

1,05

1,4

13,75%

atas

Emulsi

0,9

0,55

Surfaktan

2,05

2,05

Salinitas 8000 ppm

0,9 % Surfaktan + 0,9% kosurfaktan

Minyak

1,1

1,9

1,25%

atas

Emulsi

1,3

0,05

Surfaktan

1,6

2,05

Salinitas 8000 ppm

1 % surfaktan + 1% kosurfaktan

Minyak

1,1

1,4

22,50%

Tengah

Emulsi

2,4

0,9

Surfaktan

0,5

1,7

Salinitas 8000 ppm

1.3% surfaktan + 1.3 % kosurfaktan

Minyak

1,4

1,8

5,00%

atas

Emulsi

2,1

0,2

Surfaktan

0,5

2

 

Dapat dilihat hasil pengujian phase behavior test pada tabel 2 yang menunjukan perubahan emulsi pada rentang waktu 0 jam dan 336 jam (2 minggu). Pencampuran antara larutan surfaktan, brine dan minyak menghasilkan tiga jenis fasa emulsi, yaitu emulsi fasa bawah (surfaktan larut dalam air), emulsi fasa tengah atau mikroemulsi (surfaktan larut dalam air dan larut dalam minyak) dan emulsi fasa atas (surfaktan larut dalam minyak). Surfaktan dengan konsentrasi yang lolos dalam pengujian ini adalah surfaktan yang memilii jenis emulsi fasa tengah (Wiralodra et al., 2021). Surfaktan dengan konsentrasi 1% menunjukan kestabilan mikroemulsi yang paling baik dibandingkan dengan konsentrasi larutan surfaktan lainnya. Dengan terbentuknya emulsi fasa tengah dengan nilai total emulsi sebesar 22,5% mengindikasikan surfaktan dengan konsentrasi 1% tersebut dianggap kompatibel untuk menurunkan interfacial tension dan meningkatkan mobilisasi minyak.

 

Gambar 4. Hasil Pengujian Phase Behavior Surfaktan Tween 20

 

KESIMPULAN

Hasil dari penelitian mengenai uji kompatibilitas larutan yang mencakup uji kesetimbangan larutan (aqueous stability) dan uji perubahasan fasa (phase behavior) sebagai karakteristik screening surfaktan dengan variasi konsentrasi serta brine dengan salinitas 8000 ppm dan  tempratur 60˚C. Didapat hasil pengujian aqueous stability yang menunjukan larutan  homogen pada keseluruhan konsentrasi surfaktan, maka dinyatakan larutan lolos untuk selamjutnya dilakukan pengujian phase behavior. Kemudian hasil dari pengujian phase behavior diperoleh hasil mikroemulsi atau terbentuknya fasa tengah hanya pada larutan dengan konsentrasi 1%. Maka diperoleh kesimpulan, surfaktan Tween 20 dengan konsentrasi 1% kompatibel terhadap minyak ringan (39˚API). Larutan Surfaktan dengan konsentrasi 1% memiliki kestabilan emulsi yang paling baik sehingga berpotensi besar untuk menurunkan interfacial tension agar dapat meningkatkan perolehan minyak.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyan, R., Setiati, R., Kasmungin, S., Pratiwi, R., Teknik, J., Fakultas, P., Kebumian, T., and Trisakti, E. (2018): PENGARUH TES UJI FASA DAN INTERFACIAL TENSION (IFT) TERHADAP KINERJA SURFAKTAN DALAM PROSES EOR, PROSIDING SEMINAR NASIONAL CENDEKIAWAN, 0(0).

Bera, A., and Mandal, A. (September 19, 2015): Microemulsions: a novel approach to enhanced oil recovery: a review, Journal of Petroleum Exploration and Production Technology, Springer Verlag. https://doi.org/10.1007/s13202-014-0139-5

Fadila, F., Adriani, A. R., Rizqi, D., and Resa, M. (2018): Sintesis Asam Oktil Lignosulfonat dan Selulosa Sulfat Sebagai Surfaktan dari Limbah Gergaji Kayu Untuk Aplikasi Enhanced Oil Recovery.

Juita, R., Arnelli, A., and Yusniati, Y. (2016): Telaah Surfaktan untuk Proses Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Profil Adsorpsi Surfaktan A-Olefin Sulfonates (AOS), Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi, 19(1). https://doi.org/10.14710/jksa.19.1.27-31

Liu, W., He, H., Yuan, F., Liu, H., Zhao, F., Liu, H., and Luo, G. (2022): Influence of the Injection Scheme on the Enhanced Oil Recovery Ability of Heterogeneous Phase Combination Flooding in Mature Waterflooded Reservoirs, ACS Omega, 7(27), 23511–23520. https://doi.org/10.1021/acsomega.2c02007

M. Farid Hermiza (August 2022): UJI LABORATORIUM PEMILIHAN SURFAKTAN POLIMER TAHAP EOR UNTUK MENINGKATKAN PEROLEHAN MINYAK LAPANGAN X, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.

Mustamina Maulani, and Rini Setiati (2018): Korelasi Konsentrasi Surfaktan NaLS Ampas Tebu Pada Beberapa Salinitas Terhadap Pengukuran IFT, Jurnal Petro 2017, VI(No 2).

Nusaly, P., Kasmungin, S., Rakhmanto, A., Teknik, J. M., Fakultas, P., Kebumian, T., Energi, D., and Trisakti, U. (2020): Webinar Nasional Cendekiawan Ke 6 Tahun 2020, KOCENIN Serial Konferensi.

Prisiela Utami, Sugiatmo Kasmungin, Puri Pauhesti, Havidh Pramadika, Aziz Ibrahim, and Abdalim Fadlu (2019): PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PADA LAPANGAN DI  SUMATERA SELATAN, Universitas Trisakti, Jakarta.

Suparwoto, S., Setiati, R., Rahkmanto, P. A., Fathaddin, Muh. T., Prakoso, S., and Mardiana, D. A. (2024): UJI KESTABILAN LARUTAN DAN PERUBAHAN FASA SEBAGAI KARAKTERISTIK DARI SCREENING SURFAKTAN METIL ESTER SULFONATE KELAPA SAWIT TERHADAP MINYAK RINGAN LAPANGAN “X“, JURNAL PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS TRISAKTI, 268–275. https://doi.org/10.25105/pdk.v9i1.18790

Wiralodra, G., Farkhatus Solikha, D., and Haryanti, R. (2021): Pre Screening Surfaktan untuk Injeksi Chemical Eor di Lapangan X, Gema Wiralodra, 12(1), 95–109.

Yekeen, N., Manan, M. A., Idris, A. K., and Samin, A. M. (2017): Influence of surfactant and electrolyte concentrations on surfactant Adsorption and foaming characteristics, Journal of Petroleum Science and Engineering, 149, 612–622. https://doi.org/10.1016/j.petrol.2016.11.018

Yulia, P. S., Kasmungin, S., and Fathaddin, M. T. (2017): Kajian Laboratorium Mengenai Pengaruh Salinitas, Jenis Surfaktan Dan Konsentrasi Surfaktan Terhadap Recovery Factor Dalam Sistem Injeksi Surfaktan Untuk Batuan Karbonat, Prosiding Seminar Nasional Cendekiawan, 3.

Yulia, P. S., Kasmungin, S., and Fathaddin, M. T. (2020): ANALISIS SALINITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN AOS DAN TWEEN 20 TERHADAP RECOVERY FACTOR PADA PROSES IMBIBISI DAN CORE-FLOODING, PETRO:Jurnal Ilmiah Teknik Perminyakan, 9(4). https://doi.org/10.25105/petro.v9i4.8227

Zhang R (2015): Surfactant Enhanced Oil Recovery in Carbonate Reservoirs: Influence of the Surfactant Structure on Interfacial Tension Reduction and Oil Recovery, Energy & Fuels, 29(8), 5145–5145