1
Blantika: Multidisciplinary Jornal
Volume 3 Number 4, Februari, 2025
p- ISSN 2987-758X e-ISSN 2985-4199
Penegakan Hukum Lingkungan pada Pelanggaran Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) Rumah Sakit dalam
Mewujudkan Keadilan
Refni Dumesty, Didik Suahriyanto, Ismail
Universitas Bung Karno, Indonesia
E-mail: refnidumesty44@gmail.com, didiksuharianto4@gmail.com,
ismailbagas@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pelanggaran pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di rumah sakit menjadi
permasalahan serius yang mengancam kesehatan masyarakat dan lingkungan. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis penegakan hukum lingkungan terkait pelanggaran pengelolaan
limbah B3 di rumah sakit, serta mengevaluasi keadilan dalam implementasinya. Metode yang
digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan studi
kasus, serta analisis dokumen hukum dan putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penegakan hukum dalam pelanggaran pengelolaan limbah B3 di rumah sakit masih
lemah, dengan banyak kasus tidak ditangani secara efektif. Sanksi administrasi, perdata, dan
pidana yang diterapkan belum memberikan efek jera, dan sering kali tidak mempertimbangkan
dampak pencemaran terhadap masyarakat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa
penegakan hukum lingkungan perlu diperkuat melalui transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan limbah B3, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan.
Reformasi hukum dan kebijakan yang lebih tegas diperlukan untuk memastikan perlindungan
lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta mencegah terulangnya praktik korupsi dalam
pengelolaan limbah. Penelitian ini memberikan rekomendasi untuk meningkatkan sistem
penegakan hukum yang adil dan efektif dalam konteks pengelolaan limbah B3 rumah sakit.
Kata Kunci: penegakan hukum lingkungan; rumah sakit; limbah bahan berbahaya beracun
(b3).
ABSTRACT
Violations of hazardous and toxic waste management (B3) in hospitals are a serious problem
that threatens public health and the environment. This study aims to analyze environmental law
enforcement related to violations of B3 waste management in hospitals, and to evaluate the
fairness of its implementation. The method used is normative legal research with a statutory
approach and case studies, as well as analysis of legal documents and court decisions. The
results of the study indicate that law enforcement in violations of B3 waste management in
hospitals is still weak, with many cases not being handled effectively. The administrative, civil,
and criminal sanctions applied have not provided a deterrent effect, and often do not consider
the impact of pollution on the community. The conclusion of this study is that environmental
law enforcement needs to be strengthened through transparency and accountability in B3 waste
management, as well as increasing community participation in supervision. Stronger legal and
policy reforms are needed to ensure environmental and public health protection, and prevent
the recurrence of corrupt practices in waste management. This study provides
recommendations for improving a fair and effective law enforcement system in the context of
hospital B3 waste management.
Keywords: environmental law enforcement; hospitals; hazardous and toxic waste (B3).
Vol. 3, No. 4, 2025
2
qw56
PENDAHULUAN
Permasalahan lingkungan hidup masih mendapat perhatian yang sangat besar baik di
dunia internasional maupun nasional oleh karena dampak yang timbul akibat pencemaran
lingkungan sangat mengganggu dan mengancam kehidupan masyarakat dan merusak
lingkungan itu sendiri sehingga membuat negara harus turut campur tangan untuk
menyelesaikan berbagai pemasalahan lingkungan hidup di Indonesia (Liao, 2025). Salah
satu bidang dalam ilmu hukum untuk mengatur lingkungan hidup yaitu Hukum Lingkungan
yang merupakan keseluruhan peraturan perundang-undangan untuk melindungi kualitas
lingkungan dari bahaya pencemaran, perusakan dan kerusakannya (Faiz et al., 2024).
Adapun untuk penegakan hukum lingkungan terhadap pelanggaran pengelolaan
limbah B3 dapat melalui penegakan hukum secara administrasi, perdata mapun secara
pidana yang juga diatur secara tegas dan jelas di dalam pasal-pasal UUPPLH. Meskipun
terdapat penyempurnaan oleh terbitnya UU Cipta Kerja Nomor 6 tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja yang menyederhanakan prosedur perizinan lingkungan, mengintegrasikan izin
lingkungan ke dalam izin usaha, serta mereformasi proses penilaian Amdal. Meski bertujuan
untuk mempercepat investasi, perubahan ini menimbulkan perdebatan tentang dampaknya
terhadap perlindungan lingkungan di Indonesia dengan diberikannya kemudahan dalam
proses perizinan amdal dan sanksi sehingga memerlukan pengawasan dan penerapan sanksi
yang lebih ketat (Shen et al., 2022).
Pengaturan pengelolaan limbah di Rumah Sakit juga diatur dalam Pasal 11 Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit terdapat bahwa rumah sakit wajib
memiliki instalasi sara prasarana pengelolaan limbah yang memenuhi standar pelayanan,
keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam aturan lain juga terdapat pengaturan
tentang kesehatan lingkungan di rumah sakit yang secara tegas tercantum di dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pada Pasal 106 yang menjelaskan bahwa
dalam penerapan kesehatan lingkungan, proses pengelolaan limbah medis yang berasal dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh
Menteri. Penegakan hukum lingkungan dalam UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 ditekankan
dalam konteks kesehatan masyarakat dan perlindungan lingkungan dari bahaya limbah,
terutama limbah B3 yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.
Salah satu sektor penghasil limbah bahan beracun berbahaya adalah sektor kesehatan
yakni Rumah Sakit, dimana rumah sakit sebagai sarana perbaikan kesehatan dan dapat
dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan
kesehatan yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan
pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa. Kegiatan rumah sakit sudah pasti menghasilkan
berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas. Tidak hanya itu, proses
kegiatan di dalam rumah sakit dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam
Vol. 3, No. 4, 2025
3
menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar terhadap lingkungan. Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat
membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal
dari Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat
penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan limbah padat yang berasal dan
rumah sakit merupakan media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas,
penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara,
pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman. Pencemaran tersebut terhadap
kesehatan lingkungan dapat menimbulkan dampak besar terhadap manusia. Limbah rumah
sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan
masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan limbah rumah sakit mengandung berbagai jasad
renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan
hepatitis sehingga limbah tersebut harus diolah sesuai dengan pengelolaan limbah medis
sebelum dibuang ke lingkungan.
Penegakan hukum lingkungan pada pengelolaan limbah B3 rumah sakit yang tidak
sesuai aturan sangat berdampak dan mengancam bagi kesehatan masyarakat. Pada
kenyataannya masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam pengelolaan
limbah medis rumah sakit. Misalnya menurut penelitian oleh Fikri dkk ditemukan di RSUD
Kabupaten Ciamis Jawa Barat bahwa perlunya kegiatan monitoring berjalan secara efektif
dan efisien pada pengelolaan limbah B3 karena masih ada prosedur yang belum tepat.
Selanjutnya Siti Sundari menyimpulkan bahwa penegakan hukum lingkungan
merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam
ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan
penerapan (atau ancaman) instrumen administratif, kepidanaan dan keperdataan.
Rumah sakit mempunyai tangung jawab terhadap pengelolaan limbah medis B3 secara
tepat menurut UUPPLH. Bila tidak mampu melakukan secara mandiri dapat menggunakan
pihak ketiga (Uyun et al., 2022). Permasalahan yang ditemukan oleh Dwita (2021) dan
Mohammad Zamroni dalam penelitiannya tentang tanggung jawab rumah sakit terhadap
pengelolaan limbah, meskipun telah menggunakan pihak ketiga akan tetapi tetap harus
mewaspadai kerjasama yang dilakukan bersama pihak ketiga agar tidak menyalahi prosedur
pengelolaan limbah rumah sakit (Pratiwi et al., 2021).
Menurut Lawrence O Gostin bahwa secara Hukum Kesehatan Masyarakat
mempunyai ruang lingkup terhadap kekuasaan dan hukum negara, dan kemitraan yang
memiliki tujuan untuk mencapai tingkat kesehatan fisik dan mental setinggi mungkin dalam
masyarakat, yang konsisten dengan nilai-nilai keadilan sosial. Penekanan terhadap
terpenuhinya nilai keadilan sosial bagi masyarakat terhadap dampak pencemaran lingkungan
yang terjadi dapat menjadi hal yang perlu dipertimbangkan bagi para penegak hukum (Noor,
2021).
Selanjutnya secara fakta penegakan hukum dapat dilihat dari proses pengadilan terkait
adanya gugatan pengelolaan limbah B3 rumah sakit yang tidak sesuai prosedur dan
perundang-undangan yang ada (Saputro, 2023). Hasil putusan pengadilan oleh hakim
tentunya telah mempertimbangkan rasa keadilan, tidak saja memenuhi tuntutan didalam
Vol. 3, No. 4, 2025
4
gugatan akan tetepi juga semestinya dapat mempertimbangkan dampak pencemaran
lingkungan yang telah terjadi (Wambrauw, 2021). Akan tetapi belum tentu hasil putusan
telah dapat memenuhi rasa keadilan bagi kedua pihak mengingat dampak pencemaran
lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Hal inilah yang menarik
untuk di kaji lebih dalam, apakah penegakan hukum pada pelanggaran pengelolaan limbah
B3 rumah sakit telah dapat memenui unsur-unsur keadilan. Penegakan hukum dapat bersifat
administrasi, perdata maupun pidana sesuai dengan ketentuan di dalam UUPPLH.
Sebagai contoh kasus pada putusan Nomor 548/Pid.Sus/2020/PN Gns tentang gugatan
kepada pihak rumah sakit oleh Pemerintah Daerah setempat karena telah melanggar Tanpa
Ijin Dumping/Membuang Limbah ke Media Lingkungan Hidup dan Tanpa Izin
Memanfaatkan Tenaga Nuklir dan hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada pemilik
rumah sakit. Tetapi tidak ada keputusan lain terhadap dampak pencemaran lingkungan yang
telah terjadi.
Permasalahan limbah B3 rumah sakit sampai pada tingkat kasasi pada putusan Nomor
2709 K/Pid.Sus-LH/2020 bahwa terhadap alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi
Mahkamah Agung berpendapat alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan karena
putusan judex facti Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan judex facti Pengadilan
Negeri yang menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana pengelolaan limbah B3 tanpa ijin yang dilakukan secara berlanjut. Pada
putusan ini Makamah Agung berpendapat sama dengan adanya judex facti dari Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Negri.
Terjadinya tindak pidana pencemaran lingkungan terkait pengelolaan Limbah bahan
berbahaya dan beracun sisa kegiatan rumah sakit, dapat terjadi akibat adanya kegiatan yang
berkenaan dengan pengelolaan Limbah B3 yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Jumari, 2019). Misalnya pengelolaan Limbah B3 yang tidak memiliki izin, atau
melakukan pengangkutan Limbah B3 tidak memiliki izin atau membuang Limbah pada
tempat yang tidak tidak semestinya (Munzir et al., 2024). Pertanggungjawaban pidana
pelaku pencemaran Limbah bahan berbahaya dan beracun hasil sisa kegiatan Rumah Sakit
Umum Daerah Sidoarjo dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2097/K/Pid.SusLH/2016,
dalam kedudukannya sebagai badan hukum, yakni sebagai badan hukum yayasan yang
bergerak dibidang kegiatan usaha perumahsakitan, maka bentuk pertanggungjawaban dapat
dibebankan kepada pimpinan yang berada pada struktur kepengurusan rumah sakit atau
kepada orang perorangan dalam kedudukannya sebagai pimpinan atau orang yang
bertanggungjawab atas pengelolaan Limbah B3 dalam lingkup rumah sakit tersebut
(Mahson, 2022).
Upaya dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia
adalah dengan menjamin adanya kepastian hukum dalam penegakan hukumnya
(Panggabean, 2022). Penegakan hukum lingkungan hidup adalah upaya untuk mencapai
ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara
umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan secara administrasi, keperdataan,
dan kepidanaan (Haris, 2013). Undang-Undang yang merupakan instrumen pemerintah
dalam rangka merawat, menjaga dan menangkal segala mara bahaya khu- susnya yang
Vol. 3, No. 4, 2025
5
ditimbulkan oleh pencemaran dan pengrusakan lingkungan tidak berjalan dengan efektif.
Penegakan hukum lingkungan harus segera dilaksanakan dalam bentuk pencegahan,
pengawasan, perlindungan, pengelolaan, penerapan regulasi yang tegas, penyelesaian
sengketa lingkungan serta memberikan sanksi yang berat bagi siapa-siapa saja yang
melanggar ketentuan Undang - Undang. Inilah makna sesungguhnya dari penegakan hukum
lingkungan bukan hanya memberikan sanksi yang tegas saja tetapi juga melakukan upaya-
upaya pencegahan sebelun pengrusakan dan pencemaran lingkungan terjadi.
Tujuan Hukum Lingkungan adalah mencapai keadilan lingkungan bagi masyarakat.
Mengenai keadilan penulis berpatokan pada Teori Keadilan yang diuraikan oleh Aristoteles
secara mendalam di dalam karyanya Nicomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik
dilihat dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang,
berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya,
“karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan(Ali, 2006). Theo
Huijbers menjelaskan mengenai keadilan menurut Aristoteles di samping keutamaan umum,
juga keadilan sebagai keutamaan moral khusus, yang berkaitan dengan sikap manusia dalam
bidang tertentu, yaitu menentukan hubungan baik antara orang-orang, dan keseimbangan
antara dua pihak. Ukuran keseimbangan ini adalah kesamaan numerik dan proporsional. Hal
ini karena Aristoteles memahami keadilan dalam pengertian kesamaan. Dalam kesamaan
numerik, setiap manusia disamakan dalam satu unit. Misalnya semua orang sama di hadapan
hukum (Maukura & Wijaya, 2023). Kemudian kesamaan proporsional adalah memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, sesuai kemampuan dan prestasinya.
Jika teori keadilan dikaitkan dengan hukum lingkungan maka yang dimaksud adalah
apakah ada hak setiap orang untuk memperoleh/menikmati kwalitas lingkungan yang baik
dan sehat, apakah terdapat hak setiap orang untuk mempertahankan lingkungan hidup
supaya terbebas dari dan pengrusakan dan pencemaran bahkan kepunahan, apakah warga
masyarakat dilibatkan dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang menyangkut
pengelolaan lingkungan hidup, dan bahkan apakah masyarakat mempunyai hak untuk
menolak atau menerima suatu aktivitas usaha yang dapat merusak lingkungan (Rangkuti,
2020). Sangat jauh rasanya untuk mencapai keadilan lingkungan tersebut dan seyogyanyalah
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tetap berpengang teguh pada prinsip-
prinsip Sustainable Development.
Penegakan hukum itu ialah pelaksanaan hukum secara konkrit dalam kehidupan
masyarakat sehari- hari. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan
konsep hukum yang diharapkan rakyat menjadi kenyatan. Penegakan hukum merupakan
suatu proses yang melibatkan banyak hal. Dalam suatu Negara dimana hukum pengawasan
terhadap tindakan pemerintah di maksudkan agar pemerintah dalam menjalankan
aktivitasnya sesuai dengan norma norma hukum, sebagai suatu upaya preventif dan juga di
maksud untuk mengembalikan sesuatu pada situasi sebekumnya terjadinya pelanggaran
pelanggaran norma hukum, sebagai upaya represif. Kemudian ahli hukum Belanda, Van
Aveldoorn menyatakan bahwa tujuan dari hukum adalah untuk mengatur tata tertib
masyarakat secara damai dan adil.
Vol. 3, No. 4, 2025
6
Lebih jauh, Mochtar berpendapat bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas
dari hukum sebagai alat karena:
1. Di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum lebih
menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang menempatkan
yurisprudensi (khususnya putusan the Supreme Court) pada tempat lebih penting.
2. Konsep hukum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan
penerapan “legismesebagaimana pernah diadakan pada zaman Hindia Belanda, dan di
Indonesia ada sikap yang menunjukkan kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan
konsep seperti itu.
3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep hukum
sebagai sarana pembaharuan.
Penegakan hukum merupakan upaya untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan,
kepastian hukum, dan kesejahteraan. Secara fundamental, penegakan hukum adalah
implementasi dari suatu konsep. Ini melibatkan serangkaian tindakan untuk menegakkan
norma hukum sebagai panduan bagi masyarakat dan pemangku kepentingan hukum dalam
kehidupan sosial dan pemerintahan. Penegakan hukum bertujuan untuk mewujudkan konsep
dan ide hukum yang diinginkan oleh masyarakat menjadi kenyataan. Selama proses ini,
berbagai faktor turut berperan dan dapat memberikan dampak positif atau negatif terhadap
efektivitas penegakan hukum. Faktor-faktor ini saling terkait dan menjadi indikator
keberhasilan dari penegakan hukum. Lawrence M. Friedman menekankan bahwa faktor-
faktor relevan dalam penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto tahun 2008 mencakup
aspek struktural, material, dan budaya.
Timbulnya beberapa permasalahan dalam penegakan hukum serta keberhasilan
penegakan hukum pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, dimana faktor-faktor ini
mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya.
Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor tersebut adalah faktor hukumnya sendiri, faktor
penegak hukum, yang meliputi aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa hakim, faktor
sarana pendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, faktor kebudayaan. Bahkan dalam
posisi dan waktu tertentu dalam rangka untuk memastikan tegaknya hukum diperkenankan
menggunakan daya paksa. Pedoman atau pendekatan dapat menghadirkan keadilan yang
substantif sebagai the truth justice atau keadilan yang sebenarnya datang dari hati nurani dari
penegak hukum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan
penegakan hukum lingkungan terhadap pelanggaran pengelolaan limbah B3 rumah sakit
serta mengkaji implementasi penegakan hukum lingkungan yang berkeadilan dalam kasus
tersebut. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
Secara teoritis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam pengaturan
pengelolaan limbah B3 rumah sakit serta implementasi penegakan hukum lingkungan yang
berkeadilan. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan masukan bagi rumah sakit
dalam mengelola limbah B3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta mendorong
upaya pencegahan dini guna menghindari pencemaran lingkungan dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Vol. 3, No. 4, 2025
7
METODE
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, di mana hukum dikonsepkan
sebagai peraturan tertulis atau norma yang menjadi pedoman perilaku manusia. Tujuan
penelitian hukum adalah menemukan aturan, prinsip, atau doktrin hukum untuk menjawab
isu hukum yang dihadapi (Amiruddin, 2016). Berbeda dengan penelitian deskriptif yang
menguji kebenaran fakta, penelitian hukum bersifat preskriptif, menghasilkan argumentasi,
teori, atau konsep baru untuk menyelesaikan masalah. Hasil penelitian hukum tidak hanya
menilai benar atau salah, tetapi juga mempertimbangkan kepantasan, sehingga mengandung
nilai.
Penelitian hukum tidak memerlukan hipotesis, data, atau analisis kualitatif dan
kuantitatif seperti dalam penelitian deskriptif (Marzuki, 2016). Penggunaan statistik juga
tidak relevan. Penelitian hukum berfokus pada know-how dalam ilmu hukum, bukan sekadar
know-about, sehingga menuntut kemampuan mengidentifikasi masalah hukum, melakukan
penalaran, menganalisis, dan memberikan solusi atas permasalahan hukum.
Penulis akan menggunakan pendekatan penelitian yaitu pendekatan undang-undangan,
berupa yuridis normatif untuk menelaah regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum
yang diambil dalam penelitian ini. Pendekatan dengan undang-undang membuka
kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara satu
undang-undang dengan undang-undang lainnya yang bersangkut paut dengan isu hukum
yang dibahas. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu
yang dihadapi. Selain itu peneliti menggunakan pendekatan historis dengan menelaah latar
belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi.
Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan kasus dengan cara melakukan telaah terhadap
kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Hal yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau
reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai pada kepada suatu putusan sebagai
referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Pendekatan terakhir
adalah pendekatan konseptual dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin dalam ilmu hukum, pengertian hukum, konsep hukum, asas hukum yang
berhubungan dengan penegakan hukum lingkungan pada pelanggaran pengelolaan limbah
B3 rumah sakit yang dapat menjadi dasar bagi peneliti membangun suatu argumentasi
hukum dalam memecahkan masalah.
Penulis akan menggunakan sumber-sumber penelitian berupa bahan hukum primer,
sekunder dan tertier.
1. Bahan hukum primer yang akan digunakan yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
b. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
d. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan.
Vol. 3, No. 4, 2025
8
f. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Sumber hukum sekunder yang akan digunakan yaitu :
a. Buku-buku yang berkaitan dengan penelitian
b. Jurnal-jurnal hukum, lingkungan dan kesehatan
c. Artikel hukum lingkungan dan dampak limbah B3 rumah sakit
d. Sumber hukum tertier yang digunakan berupa Kamus Hukum
Dalam melakukan pengumpulan bahan hukum, penulis melakukan tekhnik wawancara
dan diskusi dilapangan untuk menemukan fakta hukum yang ada. Kemudian penulis mencari
sumber-sumber hukum yang berkaitan dengan bahan-bahan yang dapat mendukung
penelitian yang akan dilakukan berupa peraturan-peraturan, buku bacaan dan jurnal yang
berkaitan dengan tema penelitian. Penulis mengumpulkan, mengelompokkan, menelaah,
menganalisis semua bahan-bahan dokumen dan mengelompokkannya untuk dijadikan
sebagai bahan dalam mencapai tujuan penelitian.
Peneliti menggunakan penafsiran hukum yang relevan dengan substansi penelitian
tentang penegakan hukum pada pelanggaran pengelolaan limbah B3 rumah sakit dalam
mewujudkan keadilan. Terdapat beberapa penafsiran hukum yaitu Penafsiran Autentik
(Penafsiran resmi), Penafsiran Gramatikal (Penafsiran Tata Bahasa), Penafsiran Analogis
(Penafsiran mempersamakan), Penafsiran Sistematis (Penafsiran yang menghubungkan
antar pasal sebagai satu kesatuan yang utuh), Penafsiran Sosiologis (Penafsiran berdasarkan
situasi dan kondisi yang ada di masyarakat), Penafsiran Historis (Penafsiran yang didasarkan
pada jalannya sejarah), Penafsiran Subjektif (Penafsiran menurut kehendak pembentuk
undang-undang), Penafsiran Objektif (Penafsiran secara proporsional dan rasional),
Penafsiran Ekstensif (Penafsiran secara luas), serta Penafsiran Restriktif (Penafsiran secara
sempit). Penafsiran hukum yang peneliti gunakan adalah penafsiran hukum secara sistematis
yaitu penafsiran undang-undang sebagai bagian dari sistem perundang-undangan dan
penafsiran Sosiologis. Analisis data berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan hukum lingkungan, Rumah Sakit, Kesehatan, Cipta kerja, peraturan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peraturan Menteri Kesehatan serta
analisa studi kasus putusan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaturan Penegakan Hukum Tentang B3 Rumah Sakit
1. Relevansi Pengaturan Penegakan Hukum B3 Rumah Sakit
Dalam penanganan masalah-masalah lingkungan, penegakan hukum preventif melalui
sarana hukum administrasi menduduki posisi yang penting, karena fungsinya yang bertolak
dari asas penanggulangan pada sumber, sehingga proses penegakan hukum melalui sarana
hukum administrasi dianggap lebih memenuhi fungsi perlindungan hak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat sebagai hak konstitusioal. Pengutamaan penegakan hukum
administrasi berdasarkan hal berikut :
Vol. 3, No. 4, 2025
9
a. Hukum administrasi berfungsi sebagai sarana pengendalian, pencegahan dan
penanggulangan perbuatan yang dilarang
b. Instrumen yuridis hukum administrasi yang bersifat preventif dan berfungsi untuk
mengakhiri atau menghentikan pelanggaran lingkunga
c. Hukum administrasi bersifat reparatoir (memulihkan pada keadaan semula)
d. Sanksi administrasi tidak perlu melalui proses peradilan yang memakan waktu dan
bertele-tele.
e. Sebagai sarana pencegahan, hukum administrasi dapat lebih efisien dari sudut
pembiayaan dan waktu penyelesaian dibandingkan penegakan hukum perdata dan
pidana.
f. Biaya penegakan hukum administrasi yang meliputi biaya pengawasan di lapangan
dan pengujian laboratorium lebih murah dibandingkan dengan biaya pengumpulan
bukti, investigasi lapangan dan biaya saksi ahli untuk membuktikan aspek kausalitas
(hubungan sebab akibat) dalam kasus pidana dan perdata.
Pasal 80 UUPPLH mengatur bahwa pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan
tanpa didahului terguran apabila pelanggar yang dilakukan menimbulkan:
a. Ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup, dampak yang lebih
besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran atau perusakannya.
b. Kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan
pencemaran atau kerusakannya.
Selanjutnya dalam penegakan hukum perdata dapat dilakukan di pengadilan dan diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersangkutan. Pasal 87 UUPPLH
jo UU Nomor 6 tahun 2023 telah mengatur secaa perdata mengenai perbuatan melanggar
hukum berupa pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian
pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi atau melakukan tindakan
tertentu.
Gugatan perdata dapat juga dilakukan sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW), Dimana pasal tentang ganti rugi dapat dikabulkan bila memenuhi
empat hal yaitu:
a. Pencemaran atau perusakan lingkungan merupakan perbuatan melanggar hukum, baik
dalam bentuk perbuatan yang bertentangan dengan hal subjektif orang lain,
berentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan atau
bertentangan dengan pergaulan hidup masyarakat.
b. Pencemaran itu terjadi disebabkan oleh adanya kesalahan.
c. Pencemaran itu menimbulkan kerugian.
d. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian
Penegakan hukum yang terakhir adalah penegakan hukum pidana yang ketentuannya
diuraikan di dalam UUPPLH jo UU No. 6 tahun 2023 Pasal 97 sampai Pasal 120. Terdapat
dua macam tindak pidana dalam UUPPLH yatu delik materil dan delik formil. Delik materil
merupakan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup. Sedangkan delik formil tidak aau belum mensyaratkan apakah
lingkungan telah tercemar atau telah rusak. Cukup dibuktikan apakah tersangka atau
terdakwa telah melanggar perundang-undangan tentang persyaratan izin yang merupakan
hukum administrasi.
Vol. 3, No. 4, 2025
10
2. Hubungan UUPPLH dengan UU Cipta Kerja
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja telah mengubah beberapa
konsep dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH). Perubahan ini
menimbulkan permasalahan hukum terkait lingkungan hidup yang perlu dievaluasi dan
diatasi yaitu:
a. UU Cipta Kerja mengurangi definisi dan peran masyarakat dalam pengambilan
keputusan, termasuk dalam proses penyusunan dan penilaian Amdal.
b. UU Cipta Kerja mengubah prosedur penyusunan dan fungsi dari Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL).
c. UU Cipta Kerja menghapuskan izin lingkungan dan mengubah ketentuan mengenai
pengawasan dan sanksi administratif.
d. UU Cipta Kerja mengubah jenis dan fungsi sanksi pidana serta aturan turunan UU
Cipta Kerja, yaitu PP Nomor 22 Tahun 2021, menghilangkan makna substantif dari
tanggung jawab mutlak (strict liability).
e. Penghapusan izin lingkungan Pasal 40 UU PPLH oleh UU Cipta Kerja, izin terkait
pengelolaan lingkungan hidup atau pembuangan limbah, yang sebelumnya diwajibkan
untuk diintegrasikan ke dalam izin lingkungan, menjadi hidup kembali sebagai izin
tersendiri. Ketentuan lingkungan hidup dalam Pasal 23 UU Cipta Kerja
menghasilkantiga jen is izin, yaitu izin berusaha, persetujuan lingkungan sebagai
KKLH atau PKPLH dan persetujuan pemerintah pusat untuk kegiatan pembuangan
limbah (dumping). Jenis izin ini lebih banyak dibandingkan dengan izin yang diatur
oleh UUPPLH, yaitu izin usaha dan izin lingkungan. Hal in menunjukkan selain gagal
mengurangi jumlah izin, UU Cipta Kerja juga mengakibatkan resentralisasi.
Kewenangan yang dalam UUPPLH didistribusikan kepada Menteri KLHK, Gubernur,
dan Bupati/Walikota menjadi tersentralisasi kembali dan menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat.
Selain itu pembahasan tentang UU Cipta kerja juga menghapus pasal 102 UUPPLH
yang menjadi instrumen penegakan hukum lingkungan untuk memelihara dan
mengembangkan mutu lingkungan hidup Indonesia yang memberikan sanksi kepada setiap
orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan memberi kemudahan untuk
menjalankan usaha. Memudahkan segala urusan kegiatan usaha yang mendatangkan
investasi seharusnya tidak mengabaikan lingkungan hidup yang harus dijaga baku mutunya
menurut Pasal 1 angka 13 UUPPLH.
Dampak dari menghapus sanksi pidana untuk setiap orang yang melakukan
pengelolaan limbah B3 tanpa izin adalah memberikan kemudahan kepada setiap orang untuk
melakukan perusakan baku mutu lingkungan hidup dan bisnis limbah B3 sangat
menguntungkan secara ekonomi dengan kegiatan ilegal mengelola limbah B3 tanpa izin.
Sebagai contoh kegiatan illegal mengelola limbah tanpa izin aktivitas peleburan logam tanpa
izin Perusahaan tersebut di Kawasan Industri Modern Cikande Provinsi Banten. Penghentian
aktivitas peleburan logam ini sebagai tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terkait dugaan
pencemaran lingkungan akibat kegiatan peleburan logam tanpa izin yang dilakukan oleh
perusahaan yang berdampak bukan hanya memberikan kebebasan perusahaan itu dalam
mengelola limbah B3, tetapi juga melakukan dumping yaitu pembuangan limbah ke media
lingkungan hidup.
Menurut penulis, dengan lahirnya UU Cipta Kerja nomor 6 Tahun 2023 menimbulkan
kekosongan hukum pada pelaksanaan UUPPLH dalam melaksanakan penegakan hukum
Vol. 3, No. 4, 2025
11
lingkungan pada pelanggaran limbah B3 pada umumnya termasuk limbah B3 rumah sakit
secara khusus di dalam pasal-pasal yang mengaturnya dengan kesimpulan sebagai berikut:
a. Tidak ada mekanisme spesifik yang memastikan AMDAL diproses secara independen
dari izin usaha dan tidak ada kejelasan mekanisme bagaimana persetujuan lingkungan
yang diberikan tanpa izin terpisah dapat memastikan perlindungan lingkungan setara
dengan sistem izin di UUPPLH.
b. Tidak jelas bagaimana independensi penilaian AMDAL terjamin jika digabung dengan
izin usaha.
c. Potensi konflik antara kepentingan perlindungan lingkungan dan percepatan investasi.
Risiko konflik kepentingan jika pengelolaan AMDAL berada di bawah otoritas yang
memprioritaskan investasi.
d. Sanksi administratif dinilai kurang memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran
lingkungan berat. Tidak ada prosedur rinci untuk mengatasi pelanggaran lingkungan
besar melalui mekanisme administratif.
e. Peluang masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan lingkungan berkurang.
f. Tidak ada mekanisme tegas yang memaksa pelaku pencemaran melakukan pemulihan
lingkungan.
g. Beberapa kewenangan daerah dikurangi atau diintegrasikan ke dalam mekanisme
nasional melalui perizinan berbasis online (OSS) sehingga tidak ada kejelasan tentang
mekanisme pengawasan lokal terhadap pelanggaran lingkungan, yang dapat
menyebabkan lemahnya kontrol di tingkat daerah kurangnya fleksibilitas pemerintah
daerah dalam menangani isu lingkungan spesifik di wilayahnya.
h. Banyak kewenangan pemerintah daerah dipusatkan di tingkat pemerintah pusat.
Potensi inefisiensi dalam penanganan masalah lingkungan yang mendesak di tingkat
lokal.
3. Hubungan Teori Penegakan Hukum dan Teori Keadilan dalam pelanggaran pengelolaan
limbah B3 rumah sakit
a. Teori Faktor Penegakan Hukum (Soerjono Soekanto)
Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa keberhasilan penegakan hukum
dipengaruhi oleh lima faktor utama yaitu faktor hukum itu sendiri yakni adanya aturan
yang jelas, seperti dalam UU No. 32 Tahun 2009 atau peraturan khusus terkait limbah B3
rumah sakit, faktor penegak hukum: profesionalisme aparat hukum, termasuk hakim dan
penyidik, dalam menangani pelanggaran limbah B3, faktor sarana dan prasarana: fasilitas
dan teknologi yang memadai untuk mengawasi dan mengelola limbah B3, faktor
Masyarakat: kesadaran masyarakat atas pentingnya lingkungan sehat, faktor
Kebudayaan: Nilai-nilai dalam masyarakat yang mendukung perlindungan lingkungan.
Pada pelanggaran limbah B3, teori ini menekankan bahwa setiap faktor harus bekerja
secara harmonis agar hukum dapat ditegakkan dengan baik.
b. Teori Keadilan (Aristoteles)
Aristoteles mengklasifikasikan keadilan menjadi dua yaitu: Keadilan Distributif
yang membagi hak dan kewajiban sesuai proporsi, misalnya, kewajiban rumah sakit
dalam mengelola limbah B3 dan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan sehat.
Kemudian Keadilan Korektif yang mengoreksi kerugian atau kesalahan yang terjadi,
seperti memulihkan lingkungan yang tercemar akibat limbah B3 rumah sakit. Aristoteles
menekankan bahwa keadilan harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pelaku, korban, dan masyarakat luas.
Vol. 3, No. 4, 2025
12
Hubungan kedua teori adanya sinergi penegakan hukum dan keadilan bahwa
penegakan hukum yang efektif harus didukung oleh faktor substansi, aparat, dan sarana
yang memadai dan penegakan hukum tersebut harus mengarah pada keadilan distributif
(perlindungan masyarakat) dan korektif (pemulihan dampak pencemaran). Perlunya
panduan praktis untuk melaksanakan aturan yang ada. Teori keadilan Aristoteles
memberikan landasan filosofis bahwa hukum harus diarahkan pada keadilan substantif,
bukan hanya prosedural. Undang-Undang dan peraturan terkait harus memuat kewajiban
rumah sakit untuk mengelola limbah B3 dan memastikan pemulihan lingkungan, jika
pelanggaran terjadi, rumah sakit wajib bertanggung jawab atas dampaknya, seperti
membersihkan limbah dan memberikan kompensasi kepada masyarakat terdampak.
Kesadaran masyarakat tentang hak lingkungan sehat membantu mendorong penegakan
hukum yang adil. Kepastian hukum dapat diterapkan dengan baik melalui sistem yang
mendukung dan hukum yang ditegakkan memberikan manfaat yang adil bagi semua
pihak, termasuk pelaku, korban, dan lingkungan.
Implementasi Penegakan Hukum Pada Pelanggaran Pengelolaan Limbah B3 yang
Berkeadilan
Dalam studi kasus putusan Nomor 1299 K/Pid.Sus-LH/2022 memperlihatkan pada
penegakan hukum pidana tanpa mendahulukan penyelesaian dan penegakan hukum secara
administrasi. Padahal dalam penegakan hukum lingkungan terdapat instrument hukum
administrasi sebagai langkah pertama dan utama untuk mencapai penataan peraturan. Kasus
lingkungan sebenarnya tidak akan terjadi jika instrumen hukum administrasi lingkungan
diterapkan dan ditegakkan dengan baik sebagai langkah utama karena pada prinsipnya
penegakan hukum lingkungan yang lebih utama bukan menghukum pelaku pencemaran atau
perusakan lingkungan tetapi mencegah dan memulihkan kualitas dan daya dukung
lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kekeliruan dalam memahami dan
menerapkan konteks hukum pidana dan administrasi. Kesalahan ini sering kali muncul
dalam bentuk penggunaan dominasi hukum pidana hanya untuk mengejar efek jera, tanpa
mempertimbangkan aspek hukum administrasi yang relevan.
Pada putusan Tingkat pertama, terdakwa langsung dijatuhkan hukuman pidana dengan
penjara selama 8 bulan dan denda sebesar Rp.500.000.0000, meskipun ada teguran tertulis
yang dilayang kepada terdakwa. Selanjutnya pada putusan banding Tingkat Kedua,
hukuman pidana tetap diputuskan dan memperoleh keringanan dibandingkan putusan
Tingkat Pertama. Pada Tingkat kasasi banding terdakwa tidak diterima oleh hakim, karena
pengadilan Tingkat kasasi pemeriksaan Tingkat kasasi hanya berkenan dengan tidak
diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana
mestinya termasuk cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
dan melampaui batas wewenang sesuai dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Dominasi sanksi
pidana dalam beberapa kasus, ancaman sanksi pidana digunakan sebagai alat utama oleh
hukum administrasi negara untuk memaksa tersangka atau terdakwa menjalankan sanksi
administratif yang telah ditetapkan.
Putusan pengadilan setidak-tidaknya harus mengandung dua aspek keadilan, yaitu
keadilan prosedural dan keadilan substantif. Keadilan prosedural merupakan keadilan yang
terkait dengan perlindungan hak-hak hukum para pihak (tersangka/terdakwa/pihak yang
berkepentingan) dalam setiap tahapan proses peradilan. Sementara itu keadilan substantif
terkait denga isi putusan hakim dalam mengadili suatu perkara, yang dibuat berdasarkan
pertimbangan yang objektif, jujur, imparsial, dan rasional-logis.
Vol. 3, No. 4, 2025
13
Dalam perkara pidana, untuk mengukur keadilan prosedural setidak-tidaknya terdapat
dua parameter, yaitu pertama, pemenuhan unsur persyaratan formil yang ditentukan dalam
Pasal 197 KUHAP yang harus dimuat dalam putusan pemidanaan yang dijatuhkan hakim
terhadap terdakwa. Kedua, pemenuhan hak-hak asasi manusia dan hak-hak hukum para
pihak yang terlibat dalam sistem peradilan pidana, yang dalam hal ini dibatasi hanya
mengenai perlindungan hak-hak hukum terdakwa yang dapat digali dalam putusan hakim
pengadilan Tingkat Pertama.
Dalam melaksanakan penegakan hukum, penemuan hukum oleh hakim dalam
menyelesaian perkara dan penegakan hukum lazim terjadi, seperti menurut Soedikno
Mertokusumo bahwa penemuan hukum merupakan pembentukan hukum oleh hakim atau
petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa hukum
yang konkret (Khofif, 2023). Penemuan hukum oleh hakim dianggap yang mempunyai
wibawa.
Hakim dalam memutuskan suau perkara secara kasuistis, selalu dihadapkan kepada
asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asan kemanfaatan yang harus dilaksanakan secara
kompromi dengan cara menerapkan ketiga asas tersebut secara berimbang atau proporsional.
Dalam praktik peradilan sangat sulit bagi seorang hakim untuk mengakomodir ketiga asas
tersebut di dalam suatu putusan. Dalam menghadapi keadaan ini, hakim harus memilih salah
satu dari ketiga asas tersebut untuk memutus suatu perkara dan tidak mungkin ketiga asas
tersebut mencakup dalam saatu putusan (asas prioritas yang kasuistis). Pada saat hakim
menjatuhkan putusan yang lebih dekat mengarah kepada asas kepastian hukum, maka secara
otomatis, hakim menjauh dari titik keadilan, begitu pula sebaliknya. Disilah letak batas batas
kebebasan hakim, dengan suatu pertimbangan yang bernalar, seorang hakim akan
menetukan kapan dirinya berada di dekat titik kepastian hukum dan kapan berada di dekat
titik keadilan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum lingkungan
terhadap pelanggaran pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di rumah
sakit masih menghadapi berbagai tantangan. Penegakan hukum yang ada, baik melalui
pendekatan administratif, perdata, maupun pidana, sering kali tidak efektif dalam
memberikan efek jera kepada pelanggar. Banyak kasus pelanggaran yang tidak ditangani
dengan serius, dan sanksi yang diterapkan cenderung tidak mempertimbangkan dampak
pencemaran yang dihasilkan. Penelitian ini juga mengungkap bahwa reformasi hukum yang
dilakukan melalui UU Cipta Kerja, meskipun bertujuan untuk mempercepat investasi, telah
mengurangi peran serta masyarakat dalam pengambilan keputusan dan melemahkan
mekanisme perlindungan lingkungan. Hal ini berpotensi menciptakan konflik kepentingan
antara perlindungan lingkungan dan percepatan investasi. Penegakan hukum lingkungan
perlu diperkuat melalui transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan limbah B3.
Reformasi hukum yang lebih tegas diperlukan untuk memastikan perlindungan kesehatan
masyarakat dan lingkungan, serta untuk mencegah praktik korupsi dalam pengelolaan
limbah. Penelitian ini merekomendasikan peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan dan penegakan hukum, serta perlunya mekanisme yang jelas untuk pemulihan
lingkungan setelah terjadinya pencemaran.
Vol. 3, No. 4, 2025
14
REFERENSI
Ali, Z. (2006). Filsafat Hukum Cet. I. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Amiruddin, Z. A. (2016). Pengantar Metode Penelitian Hukum Edisi Revisi. Raja Gravindo
Persada, Jakarta, 171.
Dwita, A., & Zamroni, M. (2021). Tanggung Jawab Hukum Jasa pengangkut Limbah dalam
Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit. Jurnal Hukum Dan Etika Kesehatan,
1(1), 4664.
Faiz, I., Ahmad, M., Ramadan, M. F., Zia, U., Rozina, Bokhari, A., Asif, S., Pieroni, A.,
Zahmatkesh, S., & Ni, B.-J. (2024). Hazardous waste management (Buxus papillosa)
investment for the prosperity of environment and circular economy: Response surface
methodology-based simulation. Journal of Environmental Management, 350, 119567.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2023.119567
Haris, I. (2013). Penerapan Instrumen Penaatan Hukum Lingkungan Dalam Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Medisdi Rsud Salewangang Maros.
Universitas Hasanuddin.
Jumari, A. (2019). Potensi Pelanggaran Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Bestuur, 7(2), 7683.
Khofif, F. (2023). Penemuan Hukum dan Dampak dari Putusan Hakim Lingkungan. Jurnal
Kepastian Hukum Dan Keadilan, 5(2), 112126.
Liao, B. (2025). Impact of the amended Chinese Marine Environmental Protection Law on
the law enforcement action of the Coast Guard With a focus on the discharge of
ballast water after Japan’s releasing of nuclear wastewater into the sea. Marine Policy,
171, 106431. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.marpol.2024.106431
Mahson, M. (2022). Penegakan Hukum Lingkungan Administratif Terhadap Pengelolaan
Limbah B3 Medis dan Limbah Cair Rumah Sakit Dalam Mewujudkan Sustainable
Development di Kota Pekalongan. Universitas Islam Sultan Agung (Indonesia).
Marzuki, P. M. (2016). Penelitian Hukum Edisi Revisi Cet. Ke-12. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Maukura, P. T., & Wijaya, H. (2023). Penegakan Hukum Terhadap Pencemaran Laut Bintan
Dalam Mengimplementasikan Pasal 192-237 UNCLOS 1982. Tirtayasa Journal of
International Law, 1(2), 126145.
Munzir, M., Kristiawanto, K., & Ismed, M. (2024). Pertanggungjawaban Pidana dalam
Tindak Pidana Lingkungan Hidup Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3). ARMADA: Jurnal Penelitian Multidisiplin, 2(3), 214224.
Noor, E. A. (2021). Pertanggung jawaban rumah sakit terhadap limbah bahan beracun
berbahaya (B3). PT. Borneo Development Project.
Panggabean, N. R. (2022). Penegakan Hukum Pidana Kasus Pembuangan Limbah Medis
Tanpa Izin Ditinjau Dari Uu No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Kota Singkawang. Universitas Tanjungpura.
Pratiwi, K. T., Kotijah, S., & Apriyani, R. (2021). Penerapan Asas Primum Remedium
Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Sasi, 27(3), 363375.
Rangkuti, S. S. (2020). Hukum Lingkungan & Kebijaksanaan Ling Nasional Ed 4. Airlangga
University Press.
Saputro, R. M. (2023). Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia Ditinjau Dari Teori
Keadilan Aristoteles. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 7(1), 2532.
Shen, D., Bao, Q., Qiu, J., Gu, F., Wu, Z., Wu, M., Guo, W., & Long, Y. (2022). Effect of
calcium oxide on chromium solidification during the melting of hazardous waste
incineration fly ash. Journal of Environmental Management, 317, 115475.
Vol. 3, No. 4, 2025
15
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2022.115475
Uyun, F. N., Siska, F., & Chotidjah, N. (2022). Pengawasan pemerintah daerah terhadap
pengelolaan limbah B3 internal rumah sakit. Jurnal Riset Ilmu Hukum, 2(1), 5256.
Wambrauw, F. E. (2021). Efektivitas Penegakan Hukum Lingkungan terhadap PT.
Medcopapua Hijau Selaras di Kabupaten Manokwari. UNIVERSITAS
HASANUDDIN.