1
Blantika: Multidisciplinary Jornal
Volume 3 Number 4, Februari, 2025
p- ISSN 2987-758X e-ISSN 2985-4199
Paradigma Perlawanan Jihadis Global: Konflik Rusia-Afghanistan
1979-1989 Perspektif Al-Qur’an
H. La Ode Agus Salim Mubarak
Universitas PTIQ Jakarta, Indonesia
E-mail: laodeagussalimm@email.com
ABSTRAK
Study ini mengkaji paradigama perlawanan jihadis global di Afghanistan dalam penyelesaian
konflik antara Rusia dan rakyat Afghanistan pada dasawarsa 1979-1989. Paradigma hidup
mulia atau mati syahid yang diusung para jihadis, membuat Rusia akhirnya mundur dari
Afganistan, merupakan kunci dari “teori pembebasan” yang dibangun penulis. Study ini juga
menggunakan metode kualitatif dan memadukannya dengan metode tafsir tematik. Sumber data
primer diperoleh melalui observasi lapangan, wawancara, diskusi, dan penggunaan media
elektronik. Sementara data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber pustaka, seperti hasil
penelitian terdahulu dalam bentuk disertasi, buku, jurnal, makalah, majalah, koran, manuskrip,
dan kaset ceramah. Hasil penelitian ini menemukan enam kaidah sebagai paradigma perlawanan
jihadis global, yaitu: Pertama, Kaidah Al-Bunyàn Al-Marshūs, yaitu bangunan kesepakatan dan
kerjasama tiga komponen secara fundamental antara jihadis global, mujahidin Afghanistan, dan
pemerintah Pakistan. Kedua, Kaidah Profesionalisme, yaitu masing-masing komponen
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk satu tujuan bersama, yakni pengentasan
konflik secara cerdas di Afghanistan. Ketiga, Kaidah Keselamatan, yaitu masing-masing
komponen berupaya sekuat tenaga untuk saling mengamankan komponen lainnya, setelah
mengamankan dirinya sendiri. Keempat, Kaidah Perselisihan, yaitu masing-masing komponen
menahan diri untuk tidak memperbesar perselisihan di antara sesama komponen. Kelima,
Kaidah Perlawanan, yaitu suatu kesepakatan di mana perlawanan ditetapkan sebagai suatu aksi
bersama hingga hengkangnya Rusia dari bumi Afghanistan, Keenam, Kaidah Kekuatan
Spiritual, yaitu suatu keyakinan bahwa kemenangan diraih kaum Muslimin ketika mereka
senantiasa menyandarkan semua bentuk kekuatan, pertolongan, dan karunia kemenangan
kepada Zat Allah Yang Mahakuasa. Paradigma terakhir ini merujuk pada prinsip Al-Qur’an:
“Siapa yang memperjuangkan agama Allah, cepat atau lambat, Allah akan memenangkannya.”
Kata Kunci: Paradigma, Perlawanan, Jihadis, Global, Rusia, Afghanistan, Al-Qur’an.
ABSTRACT
This study examines the paradigm of global jihadist resistance in Afghanistan in resolving the
conflict between Russia and the Afghan people in the decade of 1979-1989. The paradigm of
'living nobly or dying a martyr' promoted by the jihadis, which made Russia finally withdraw
from Afghanistan, is the key to the "liberation theory" built by the author. This study also uses
qualitative methods and combines them with thematic interpretation methods.. Primary data
sources are obtained through field observations, interviews, discussions, and the use of
electronic media. Meanwhile, secondary data are collected from various library sources, such
as previous research results in the form of dissertations, books, journals, papers, magazines,
newspapers, manuscripts, and lecture cassettes. The results of this study found six principles as
the paradigm of global jihadist resistance, namely: First, the Principle of Al-Bunyàn Al-
Marshūs, namely the building of agreement and cooperation of three fundamental components
between global jihadists, Afghan mujahideen, and the Pakistani government. Second, the
Principle of Professionalism, namely each component carries out its duties and responsibilities
Vol. 3, No. 3, 2025
2
for one common goal, namely intelligent conflict resolution in Afghanistan. Third, the Principle
of Safety, namely each component tries its utmost to secure the other components, after securing
itself. Fourth, the Principle of Dispute, namely each component refrains from increasing
disputes among fellow components. Fifth, the Principle of Resistance, namely an agreement in
which resistance is determined as a joint action until Russia leaves Afghanistan. Sixth, the
Principle of Spiritual Strength, namely a belief that victory is achieved by Muslims when they
always rely on all forms of strength, help, and gifts of victory to the Almighty God. This last
paradigm refers to the principle of the Qur'an: "Whoever fights for the religion of Allah, sooner
or later, Allah will make it victorious."
Keywords: Paradigm, Resistance, Jihadist, Global, Russia, Afghanistan, Al-Qur’an.
qw56
PENDAHULUAN
Pertarungan ideologi antara kebenaran dan kepalsuan dalam kehidupan adalah
sunnatullah. Salah satu bentuknya yang paling fenomenal pada abad ke-20 adalah invasi
Rusia (Uni Sovyet) atas Afghanistan dalam satu dasawarsa, dimulai sejak 1979 dan berakhir
1989. Konflik yang mempengaruhi perpolitikan Islam di Afghanistan ini, berubah menjadi
jihad bersenjata, dilatari oleh kekhawatiran pemerintah Afghanistan proxy Komunis atas
kebang-kitan gerakan Islam yang dianggap sebagai aliran garis keras. Partai Komunis
meyakini bahwa orientasi gerakan Islam dengan mengambil alih tampuk kekuasaan negara
bertujuan untuk memberlakukan nilai-nilai syari’at Islam. Kebangkitan gerakan Islam yang
dipelopori oleh mahasiswa itu, terhimpun dalam suatu gerakan bernama Muslim Youth, atau
Sazmȃn Jawȃnȃn Musulmȃn (bahasa Parsi) berarti ‘persaudaraan para pemuda Muslim.’
Benih dan akar kebangkitan ideologi Islam di Universitas Kabul telah disemai 19 tahun
sebelum invasi militer Rusia diluncurkan. Tepatnya tahun 1960-an, beberapa karya tulis tiga
tokoh pemikir Islam kontemporer yang berbeda negara sudah mulai mempengaruhi
perpolitikan Afganistan. Mereka adalah pemikir Muslim India, Abul Hasan 'Ali Hasan An-
Nadawi (1913-1999), pemikir Muslim Indo-Pakistan, Abul A'lă Al-Maudûdî (1903-1979),
dan pemikir Muslim dari Mesir, Sayyid Qutb (1906-1966).
Embrio perkumpulan ini, lebih mengental menjadi basis perlawanan dengan lahirnya
“Halaqah Ma’had Abu Hanifah” di kota Paghman, selatan Kabul, yang diprakarsai oleh
Ghulam Muhammad Niazi setelah beberapa tahun setamatnya 1957 dari Universitas Al-
Azhar Kairo. Beliau semasa di Kairo, aktif mengikuti pembinaan dalam suatu pergerakan
Islam yang berafiliasi kepada jama’ah Ikhwân al-Muslimîn. Halaqah Ma’had Abu Hanifah
tersebut telah menghasilkan putra-putra terbaik Afghanistan yang kemudian hari menjadi
tokoh dan pemimpin perlawanan terhadap invasi Rusia. Nama-nama mereka terpatri dalam
konflik jihad Afghanistan seperti Burhanuddin Rabbani, Abdu Rabb Rasul Sayyaf,
Gulbuddin Hikmatyar, Ahmad Syah Masud, Habiburrahman, dan lain-lain. Kekuatan
kelompok ini, oleh Rusia disinyalir bahwa kebangkitan perlawanan mahasiswa tersebut,
justru mendapat dukungan dari negara tetangga, Pakistan, lalu disokong oleh negara
adikuasa, Amerika Serikat, yang menjadi musuh bebuyutan Uni Sovyeit (Rusia) pada saat
itu.
Vol. 3, No. 3, 2025
3
Atas permintaan pemerintah pro-Komunis Afghanistan, dengan dalih stabilitas
keamanan negara, Rusia dengan kekuatan militer penuh tidak membutuhkan pertimbangan
panjang untuk mengintervensi. Berdasarkan surat penunjukan Nomor 312/12/001, ditanda-
tangani oleh Dmitriy Fyodorovich Ustinov dan Nikolai Vasilyevich Ogarkov, tertanggal 24
Desember 1979. Pasukan Uni Sovyet resmi bergerak di siang hari, pada 25 Desember 1979.
Perbatasan negara yang dikenal pada saat itu, Celah Galang, merupakan bagian dari
Republik Demokratik Afghanistan, dilintasi oleh pasukan Angkatan Darat ke-40 Uni Sovyet
dan gerakan pesawat tempur Angkatan Udara pada tanggal 25 Desember waktu Moskow
pukul 15.00. Hal ini pertanda bahwa intervensi Soviet telah dimulai. Secara bertahap, mulai
dari 1979 hingga 1980, kekuatan yang dikerahkan Rusia 100.000 personil. Ketika berakhir
pada 1989, seluruh pasukan yang dikerahkan tercatat mencapai 620.000. Adapun yang tidak
terekspos dalam catatan, kemungkinan lebih besar dari itu.
Dalam teori sosiologi Max Weber, kekuasaan merupakan kemampuan orang atau
sekelompok orang untuk memaksakan kehendaknya pada pihak lain, walaupun ada
penolakan melalui perlawanan. Pada hemat penulis, kerakusan terhadap kekuasaan
seringkali menghi-langkan nalar dan hati nurani sebagai bahasa kebijakan. Padahal tingkat
perlawanan gerakan Islam 1979 sudah mengambil pola dan menjadi kesepakatan rakyat yang
termobilisir dari kota Kabul hingga ke berbagai wilayah Afghanistan. Seharusnya Rusia
meninjau kembali langkah yang ditempuhnya atau melakukan langkah persuasif berupa
dialog dengan para pimimpin perlawanan untuk menghindari kerugian besar yang tidak
dapat dielakkan dari kedua belah pihak. Tidak ada negara ketiga yang mampu menjadi
jembatan untuk menetralisir konflik. Tidak ada bahasa saat itu yang tepat dipergunakan
Rusia untuk mengendalikan stabilitas keamanan negara kecuali hanya dengan bahasa invasi
militer.
Serangan Rusia 1979 yang diluncurkan dari Kabul untuk meredam perlawanan
mujahidin, terus melebar ke wilayah-wilayah sekitarnya tidak lagi menyasar target tertentu.
Faktanya telah membias secara rambang hingga berdampak pada korban jiwa manusia sipil
yang jumlahnya dari waktu ke waktu terus bertambah dan tidak dapat dielakkan. Berbagai
sumber menyebutkan dari 1979-1989 telah merenggut korban 1,5 juta jiwa penduduk sipil
rakyat Afghanistan dan 15,051 serdadu soviet. Sumber lain menyebutkan bahwa saat Soviet
akhirnya mundur Februari 1989, lebih dari 13.000 tentara mereka telah tewas dalam
pertempuran, dan 40.000 lainnya terluka. Sementara 800.000 hingga 1,2 juta orang
Afghanistan tewas. Abu Mush’ab Al-Suri mencatat dalam bukunya bahwa korban jiwa
sebanyak 2.000.000 syuhada dengan 5.000.000 pengungsi.
Dampak invasi militer dalam negeri telah menggerakkan mata rantai pemberontakan
dan melahirkan perlawanan rakyat Afghanistan secara massif. Ia telah menjadi peristiwa
berskala luas hingga menjangkau berbagai perkumpulan, etnis, ras, suku, dan kabilah di
Afghanistan. Gaung invasi di luar negeri menurut Christian Caryl, telah bermetamorfosis
menjadi salah satu dari lima peristiwa fenomenal dunia yang paling berpengaruh. Peristiwa
pada akhir abad ke-19 itu, telah mengubah peta pergolakan politik dunia dan membelokkan
jarum sejarah di tingkat internasional secara radikal.
Vol. 3, No. 3, 2025
4
Nuansa yang kental dengan konflik bersenjata tersebut menjadi magnet bagi kehadiran
jihadis global ke bumi Afghanistan yang secara ideologis diyakini sebagai konflik antara
Islam dan Komunis. Justifikasi itu diberikan oleh salah seorang ulama dan tokoh pergerakan
Islam Abdullah Yusuf Azzam, didukung ulama Timur Tengah yang disebutkan dalam
bukunya Ad- Difȃ’ ‘an Arȃdhî al-Muslimîn min Ahammi Furûdh al-A’yȃn, (Membela
Sejengkal Tanah Muslim yang Dirampas Musuh adalah Kewajiban Fardhu ‘Ain Tertinggi).
Buku keduanya, “Ȃyȃtur Rahmȃn Fî Jihȃd al-Afghȃn,” (Beberapa Keajaiban Allah di Bumi
Jihad Afghanistan.” Kedua buku tersebut, di era ’80-an, telah menggugah banyak orang di
jagad raya, untuk ber-gabung di sana dalam waktu yang relatif singkat.
Seruan perubahan paradigma kaum Muslimin dari “perlawanan” (muqàwamah) ke
“pembebasan” (al-fath) bumi Afghanistan dari cengkeraman Uni Soviet, merupakan seruan
berkelas. Fatwa beliau mengulangi fatwa ahli fikih madzhab empat tentang “sejengkal tanah
kaum Muslimin dirampas oleh orang-orang kafir, wajib hukumnya mengambilnya kembali.”
Melawan Uni Soviet pada 1979 bukan hanya kewajiban agama bagi penduduk Afghanistan
tetapi kewajiban bagi semua Muslim. Keduanya merupakan kewajiban bersama (fardh
kifâyah) dan kewajiban individual (fardh ain). Dan ini adalah jihad difȃ’i berlandaskan
kesepakatan para ahli fiqh yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh empat madzhab. Begitu pula
ahli tafsir dan hadits, ulama salaf dan khalaf, berfatwa bahwa “apabila sejengkal tanah kaum
Muslimin dirampas (dikuasai) oleh musuh, hukumnya wajib merampasnya kembali.”
Poin di atas, bila ditelaah, sangat menantang bagi kaum akademisi karena terbukanya
ruang disparitas (kesenjangan) antara harapan dan kenyataan. Salah satu harapan besar
mayoritas rakyat Afghanistan yang 98 persen Muslim, adalah ingin berada dalam kehidupan
yang damai, tenang dan nyaman, terbebas dari intervensi militer (“penaklukan bersenjata”)
dari Uni Sovyet yang sangat kental dengan paham Komunis dalam tata kelola dan
pengendalian pemerintahan negara. Pada sisi lain, secara nyata, pemerintah Afghanistan
proxy Komunis telah melakukan pembicaraan intens dengan pimpinan negara Komunis
tersebut di Rusia untuk segera terlibat dalam pengamanan negara.
Secara historis, Afghanistan dikenal secara luas sebagai basis utama wilayah Khurasan
yang telah memeluk keyakinan Islam, sejak era kepemimpinan Umar bin Khaththab.
Namun, kini kenyataan sebaliknya terjadi, di mana dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat, nuansa dominasi Komunis Rusia sangat menyolok. Atmosfir pertarungan
ideologi antara warga Muslim lokal dan Komunis dengan simbol-simbolnya dalam
kehidupan, memunculkan ketidaksukaan atau ketidaknyamanan para pemuda dan
mahasiswa Muslim Universitas Kabul, lalu melahirkan perlawanan terjadi di mana-mana.
Kini, Rusia bukan hanya berada di tapal batas wilayah negaranya di bagian utara
Afghanistan yang mayoritas Muslim, tetapi juga sudah masuk di jantung ibukota Kabul dan
melebar ke kota-kota besar lainnya, seperti provinsi Lughar, Paghman, dan Laghman.
Kebangkitan perlawanan rakyat untuk mengusir Rusia, mendapat respons dari tokoh
pergerakan Islam dunia berkebangsaan Palestina, Abdullah Azzam, dengan fatwanya di atas,
yang kemudian menjadi magnet bagi kehadiran para jihadis global. Para jihadis sangat
tertarik dengan jihad Afghanistan, karena ia telah menjadi ikon bumi jihad internasional atas
dasar fatwa yang dilambungkan oleh Abdullah Azzam untuk membendung Rusia, sebagai
Vol. 3, No. 3, 2025
5
jihad difa’ȋy yang hukumnya fardhu ‘ain bukan jihad hujumi. Mereka datang ke bumi
Afghanistan dengan membawa paradigma jihad. Maka muncul pertanyaan, adakah dasar
ayat Al-Qur’an yang mendorong mereka untuk datang berjihad di bumi Afghanistan? Atas
dasar ini, penulis tertarik untuk mengungkap lebih jauh tentang paradigma perlawanan
jihadis global dalam konflik Rusia dan Afghanistan dsawarsa 1979-111989, menurut
perspektif Al-Qur’an.
METODE
Penelitian ini mengunakan metode kualitatif. Metode kualitatif tidak didasarkan pada
sampel statistik, tetapi menggunakan data yang bersifat deskriptif yang hasilnya disajikan
dalam narasi kualitatif. Metode ini dipakai untuk melegitimasi hasil penelitian, ditambahkan
dengan beberapa penelitian lapangan dari beberapa lembaga dalam bentuk data kuantitatif.
Kegunaan metode ini untuk memahami masalah yang dihadapi. Implementasi penelitian ini
dilakukan dengan cara deskriptif, eksplanatif, dan eksploratif. Adapun penelitian deskriptif
digunakan untuk menggambarkan gejala, fakta dan realitas. Sedangkan penelitian
eksplanatif dilakukan untuk mencari penjelasan terhadap aspek dan argumentasi sebab-
akibat. Sementara itu, penelitian eksploratif digunakan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam mengenai suatu kasus, kemudian dapat ditarik simpulan
(generalisasi). Adapun penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Patton dalam J.R. Racco menyajikan tiga jenis data. Pertama, data yang diperoleh
melalui interview (wawancara) yang mendalam (indepth) dengan menggunakan open-ended.
Data yang diperoleh berupa persepsi, pendapat, perasaan dan pengetahuan. Kedua, data yang
diperoleh melalui observation (pengamatan), atau data yang ditemukan di lapangan dalam
bentuk sikap, tindakan, pembicaraan, interaksi interpersonal, dan lain-lain. Ketiga, data yang
diperoleh melalui penelusuran dokument, berupa material tertulis dan tersimpan. Dokumen
dapat berupa memorbilia atau korespondensi. Ada juga dokumen yang berupa audiovisual.
Riset ini berbasis riset kepustakaan (library research) serta diperkuat dengan data-data dari
lapangan yang didapat dari berbagai sumber yang layak dan dapat dipercaya. Data yang
terhimpun terdiri atas ayat-ayat Al-Qur’n dan bahan-bahan tertulis yang telah dipubliksikan
dalam berbagai bentuk media, seperti: buku, jurnal, artikel, software, website yang relevan
dengan penelitian ini, langsung maupun tidak langsung, majalah, filem-filem, termasuk dari
internet yang terkait dengan masalah penelitian disertasi ini.
Pengolahan data yang dilakukan adalah: (a) Data utama berupa tafsiran dari kitab tafsir
yang ditentukan selanjutnya dikaji, dianalisa dengan cara memperhatikan korelasi atau
hubungan antara penafsiran dengan konteks latar belakang keilmuan para mufassir yang
berbeda-beda, serta dalam konteks sosiokultural pada saat masa tafsir tersebut ditulis. (b)
Membandingkan tafsiran yang ada untuk membedakan berbagai macam variasi penafsiran.
Kemudian dilanjutkan dengan mencari dalil dari hadis-hadis yang melengkapi penafsiran.
(c) Melengkapi kajian penafsiran dengan hasil eksplorasi atau penggalian terhadap kajian
ilmiah rasional. (d) Menarik kesimpulan menurut kerangka teori yang ada baik yang
berkaitan dengan pembahasan disertasi mengenai perlawanan paradigmatik jihadis global
dalam konflik Rusia dan Afghanistan, maupun karya-karya yang berkaitan dalam diskursus
Vol. 3, No. 3, 2025
6
ilmiah tentang konsep paradigma perlawanan jihadis global dalm konflik Rusia dan
Afghanistan dasawarsa 1979-1989 perspektif Al-Qur’an.
Data penelitian akan dianalisis melalui proses generalisasi dalam memahami data yang
terkumpul. Dari sejumlah generalisasi ini akan menghasilkan penyajian data yang lengkap,
logis, baru kemudian dilakukan analisis data untuk menguji hipotesis yang digunakan.
Metode tafsir Al-Qur’an yang dipakai sebagai metode analisis dalam penelitian disertasi ini
adalah: (1) tafsir maudu’i, (2) tafsir tahlili, dan (3) tafsir bayani. Secara akademik, tiga
metode ini dalam ilmu tafsir dikenal dengan tafsir tematik, tafsir analisis, dan tafsir penjelas.
Metode ini dipilih karena dapat digunakan sebagai penggali konsep tema sentral kajian ini.
Penggunaan tiga metode ini dimaksudkan untuk menelaah kaitan logis ayat-ayat Al-Qur’an,
terutama tema yang sedang diteliti. Di sini ditemukan prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Al-
Hadits berkenaan dengan konflik, perlawanan, dan peperangan. Kajian ini mencoba
menghimpun ayat Al-Qur’an atau kandungan Al-Hadits yang memiliki kesamaan tema, agar
dapat menemukan fakta pilihan jihadis global, merupakan perintah Al-Qur’an al-Karim dan
Al-Hadits Al-Syarif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menemukan empat persoalan utama yang menarik untuk dijawab dalam
study “Paradigma Perlawanan Jihadis Global dalam Konflik Rusia dan Afghanistan
Dasawarsa 1979-1989: Perspektif Al-Qur’an.” Pertama, siapa “dalang” (mastermind) di
balik konflik Rusia dan Afghanistan yang semula berstatus domestik lokal menjadi issu
global umat Islam. Kedua, apa paradigma yang diusung dalam konflik Rusia dan
Afghanistan. Ketiga, apa indikasi (isyarat) Al-Qur’an sebagai ‘sumber inspirasi’ moral bagi
paradigma perlawanan jihadis global. Keempat, apa saja pilihan strategi dalam perlawanan
bagi para jihadis global untuk menye-lesaikan konflik Rusia dan Afghanistan dasawarsa
1979-1989 perspektif Al-Qur’an. Kajian dalam penelitian ini, akhirnya menghasilkan empat
temuan fakta, di mana antara satu fakta dengan fakta lain, ternyata saling berhugungan erat.
Hubungan erat di antara keempat variabel itu, dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a) Dalang Utama di Balik Konflik Rusia-Afghanistan
Semula, konflik Russia-Afghanistan merupakan jihad local domestic, tetapi akhirnya
bermetamorfosa menjadi jihad global umat Islam. Perubahan orientasi dari jihad domestik
Afghanistan menjadi jihad global digagas oleh seorang mastermind yang bernama:
Abdullàh Yüsuf Azzàm melalui fatwanya dalam buku Ad- Difȃ’ ‘an Arȃdhî al-Muslimîn
min Ahammi Furûdh al-A’yȃn, (Mengambil Kembali Sejengkal Tanah Muslim yang
Dirampas Musuh adalah Kewajiban Fardhu ‘Ain Tertinggi).Kekuatan fatwa ini, secara
akademik membuka road map (peta jalan) menuju jihad internasional.
Disusul buku kedua yang mengisi militansi jihad dengan judul, Ȃyȃtur Rahmȃn
Jihȃd al-Afghȃn” (Beberapa Keajaiban Allah di Bumi Jihad Afghanistan). Tak pelak lagi
bahwa daya panggil fatwa ini, dengan mudah memperoleh dukungan luas dari berbagai
kalangan ulama dari Timur Tengah dan menjadi legalitas fatwa internasional yang sulit
mendapat bantahan. Belum ada fatwa jihad sebelumnya di abad ke-20 yang mendapat
respons begitu luas di tengah-tengah persoalan Palestina yang juga sedang bergulir. Hal ini
memberi sinyal kuat bagi para pemuda Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah di berbagai Negara
yang berkomitmen menunaikan ibadah jihad yang diyakini sebagai “Dzirwatu Sanam al-
Islam” (Puncak Ibadah dalam Islam) di bumi Afghanistan.
Vol. 3, No. 3, 2025
7
Abdullah Yusuf Azzam. Pria yang berkebangsaan Palestina ini besar dalam rahim
pergerakan Ikhwàn al-Muslimîn, Selain sebagai mujahid dan tokoh pergerakan yang
karismatik, beliau juga dikenal sebagai ulama di bidang Ilmu Syari’ah, pakar dalam Ushul
Fiqih dan pemikiran dan politik Islam. Beliau juga seorang pendidik, pengajar di berbagai
kampus seperti Universitas Yordania, Universitas King Abdul Aziz, Universitas Islam
Internasional Islamabad, beliau juga dikenal sebagai bapak ideolog jihad internasional abad
20. Sepuluh tahun di ujung kehidupannya, seluruh waktunya dihabiskan secara total di
perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Hal ini dilakukannya, tidak lain kecuali ikhtiar serius
untuk melawan invasi militer Uni Sovyet atas Afghanistan.
Secara argumentatif, fatwa di atas kokoh karena dilandasi pendapat klasik para ahli
tafsir dan hadis, ulama salaf maupun khalaf. Mereka bersepakat bila sejengkal tanah kaum
Muslimin dirampas (dikuasai) oleh musuh, hukumnya wajib merampasnya kembali. Bila
pemiliknya (umat Islam) belum cukup kuat untuk mengambilnya maka wajib masyarakat
(negara) berada di sekitar untuk menolong merampasnya kembali. Bila dengan hal itu belum
juga cukup kemampuan untuk mengambilnya secara paksa, maka kewajiban berikutnya
meluas hingga ke negara Muslim tetangga, sebagaimana lingkaran obat nyamuk Fumakila,
dari yang terdekat kepada yang lebih jauh sampai batas daerah yang terampas tersebut dapat
diambil kembali. Dalam konteks masa kini abad ke-20, fatwa ini masih up to date untuk
direalisasikan melawan invasi Uni Soviet dasawarsa 1979-1789 itu.
b) Paradigma Jihadis Global dalam Konflik Rusia-Afghanistan
Paradigma adalah “sekumpulan tata nilai yang mempola (membentuk) cara pandang
seseorang atau suatu kelompok terhadap suatu realitas tertentu.” Berangkat dari pemaparan
di atas, maka paradigma perlawanan jihadis global berarti:
Sekumpulan tata nilai yang bersumber dari kitab Suci Al-Qur’an dan Al-Hadits
Nabawi yang mempola pemikiran (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan
(psikomotorik) seorang individu atau komunitas jihadis global untuk melakukan perlawanan
membendung invasi Rusia atas Afghanistan dengan pola bersinergi dengan kekuatan
mujahidin Afghanistan (penduduk tempatan) agar invasi tersebut dapat diredam, dihentikan
atau ditaklukkan dimana perbuatan ini dipandang sebagai bentuk perlawanan jihad fi
Sabilillah yang memiliki posisi puncak tertinggi ibadah dalam Islam dan kematian di
atasnya sebagai syahadah yang dicita-citakan.”Atau, Paradigma perlawanan adalah sifat atau
pola perlawanan yang dilakukan oleh orang atau bagian daripada komunitas jihadis global
yang terpanggil secara ideologis untuk membela rakyat Afghanistan dalam upaya
membendung invasi Rusia supaya tidak merebak dan dipersempit gerakannya hingga dapat
ditaklukkan. Dimana perbuatan ini dipandang sebagai bentuk jihad fi Sabilillah yang
memiliki posisi puncak tertinggi ibadah dalam Islam dan kematian di atasnya sebagai
syahadah yang dicita-citakan karena terpola pemahaman tersebut oleh kitab suci Al-Quran
dan Hadis Nabawi.
Paradigma perlawanan jihadis global dalam konflik Rusia dan Afghanistan adalah
’Isya Kariman au Mut Syahidan (Hidup Mulia atau Mati Syahid). Hakikat paradigma ini
berfungsi sebagai pedoman, penguat, pendorong, penjaga dan pengarah. Panggilan jihad
“hidup mulia atau mati syahid” menjadi panduan yang menghubungkan setiap mujahid tanpa
ikatan darah, kekerabatan, dan keluarga dengan masyarakat Afghanistan, membuat mereka
sanggup menyumbangkan tenaga, fikiran, dan harta-benda, hingga hal yang paling berharga
dalam kehidupan yaitu: nyawa. Dunia dan seisinya menjadi tidak berarti bagi mereka demi
memenuhi ketetapan Allah dan Rasul-Nya, yaitu: “Dzirwatu Sanàm al-Islam” (Puncak
Ibadah dalam Islam) adalah Jihad Fi Sabîlillàh.
c) Term Al-Qur’an: Sumber Inspirasi Perlawanan Jihadis Global
Vol. 3, No. 3, 2025
8
(1) Term Al-Jihȃd
Kata jihȃd, menurut Nasaruddin Umar, adalah sebuah istilah yang “debatable”
(diperdebatkan) dan “interpretable” (multitafsir). Alasan beliau tersebut dapat dimaklumi
karena jihȃd memiliki makna yang beragam, baik eksoterik maupun esoterik. Jihȃd secara
eksoterik, biasanya dimaknai sebagai “perang suci (the holy war). Sedang secara esoterik,
jihad (atau lebih tepatnya: mujahadah) bermakna: suatu upaya yang bersungguh-sungguh
untuk mendekatkan diri (ber-taqarrub) kepada Allah Swt.
Jihad sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab. Secara etimologis ia adalah isim
mashdar yang terambil dari kata kerja jâhada-yujâhidu-mujahadatan wa jihâdan, artinya
berjuang. Asal kata jihȃd diambil dari kata kerja jahada-yajhadu-juhdan atau jahdan ( 
) bentuk mashdarnya adalah juhd (
) dan jahd (
) berarti kekuatan, kemampuan,
kesulitan, dan kelelahan.
Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merumuskan istilah jihad dengan
beberapa terminologi, yaitu: (1) usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan;
(2) usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa,
dan raga; (3) perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam; contoh
jihad pada jalan Allah (jihâd sabîlillâh) demi kemajuan agama Islam atau memper-
tahankan kebenaran.
Penjelasan ini menjadi entry point untuk membuka pemahaman lebih luas dan
komprehensif. Kamus Majma’ Al-Lughah Al-‘Arabiyyah menjelaskan bahwa jihȃd di dalam
Al-Qur’an berarti mencurahkan kemampuan untuk menyebarkan dan membela dakwah
Islam. Begitu tinggi dan mulianya kedudukan jihȃd dalam Al-Qur’an, ia disebutkan dalam
berbagai derivasi yang bertebaran dalam berbagai surah dan ayat secara berulang-ulang.
Dalam berbagai bentuknya, Al-Qur’an mengulang-ulang penyebutannya sebanyak 41 kali
dalam surah dan ayat yang berbeda.
Jihad secara terminology fiqh atau syar’î, mengacu kepada konsepsi ulama Madzhab
Fiqh yang Empat, di mana oleh Al-Kasyȃnî dijadikannya sebagai makna terminologis
dalam kitabnya Al-Badai’ Al-Shanai.’ Beliau definisikan jihad sebagai,“Pengerahan segala
bentuk potensi dan kemampuan di jalan Allah (untuk tegaknya hukum Allah) dengan
menyerahkan nyawa, harta, pikiran, lisan, pasukan, dan yang lainnya.”
Dari sekian banyak ayat jihad yang bertebaran dalam Al-Qur’anterdapat ayat jihad
yang terkandung dalam Qs. Al-Taubah/9: 19-22 yang menegaskan:






































































“Apakah (orang-orang ) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan
haji dan mengurus Masjidil Haram, kalian samakan dengan orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi
Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka
adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari-
Nya, keridaan, dan surga; mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal, mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lahpahala yang besar.”
Vol. 3, No. 3, 2025
9
(2) Term Al-Qital
Kata al-qitâl (

) adalah bentuk mashdar dari kata qôtala-yuqôtilu-qitâlan (


) yang mengandung tiga pengertian, yaitu a, 'berkelahi melawan seseorang', b, ‘âdâhu
(memusuhi), dan c, hâroba al-a’dâ’ ( = memerangi musuh). Kata qitâl (

)
merupakan salah satu bentuk kata turunan yang berakar pada kata qatala - yaqtulu qatlan
(


 ), yang menurut Ibnu Faris mengandung dua pengertian, yaitu idzlal (
=merendahkan, menghina, melecehkan) dan imâtah ( = membunuh, mematikan). Di
samping pengertian dasar itu, kata qatala juga mengandung beberapa pengertian, yaitu amâta
( = membunuh), dan lâ'ana (= mengutuk), di samping beberapa pengertian yang lain
misalnya 'meredakan', seperti di dalam kalimat qatala al-bârûd ( 
 ) dan 'mencampuri
sesuatu dengan yang lain, seperti di dalam kalimat qataltu al-khamrata bil-mâi ( saya
mencampuri khamar dengan air).
Lafadz al-qitâl dengan berbagai derivasinya, baik fi'il (kata kerja) maupun isim (kata
benda) ditemukan berjumlah 170 kali. Untuk kategori ayat-ayat perang dalam Al-Qur'an kata
qitâl menempati posisi teratas karena bilangannya terbanyak. Jadi korelasi antara Al-Jihad
dan Al-Qital (peperangan) terletak pada babaknya. Al-Jihad mengawali babak permulaan
dan pertengahan. Adapun Al-qital merupakan babak akhir daripada seluruh proses jihad
Qur'an menyatakan bahwa berperang pada bulan itu termasuk kategori dosa besar. Al-
Qasimîy dalam tafsirnya tentang Qs. Al-Baqarah/2: 217, menegaskan:











































































Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram.
Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang)
dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan
mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah.
Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi
kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barangsiapa
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-
sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya.
(3) Term Al-Harb
Al-Harb (
 ) di semua kamus bahasa Arab Indonesia atau Indonesia Arab
diartikan secara leterlek 'perang' atau peperangan. Kata itu berasal dari araba, yarubu,
arban (


) yang berarti 'merampas hartanya dan ditinggalkan tanpa apa-apa.
Secara kebahasaan harb berarti 'pembunuhan dan pelecehan martabat'. Dari kata ini juga
terbentuk kata mirab (

). Disebut mihrab masjid karena ia merupakan lambang tempat
untuk memerangi setan dan hawa nafsu. Mihrab juga berarti 'dasar atau pusat'. Dari sini
muncul istilah mihrabil bait yang artinya fondasi rumah.
Derivasi kata harb dalam Al-Qur'an disebut dengan berbagai turunannya sebanyak 11
kali. Dalam bentuk fi'l madhi (kata kerja lampau), hâraba () disebut 1 kali, yaitu pada
QS. At-Taubah/9:107, di dalam bentuk fi'l mudhari’ (kata kerja masa kini), yuharibuna
(


), juga disebut satu kali, yaitu pada QS. Al-Ma'idah/5: 33. Kemudian, di dalam
bentuk mashdar (infinitif) kata itu disebut empat kali, yaitu pada QS. Al-Baqarah/2:279, QS.
Al-Ma'idah/5: 64, QS.Al-Anfal/8:57, dan QS. Muhammad/47:4. Bentuk isim al-mihrab QS.
Ali Imran/3:37 dan 39, QS. Maryam/19:11, QS. Shad/38:21 dan QS. Saba’/34:13.
Vol. 3, No. 3, 2025
10
Ungkapan kata harb (
) bila ditelusuri di dalam Al-Qur'an didapati memiliki arti
perang atau peperangan antara dua pihak atau kekuatan untuk mengalahkan pihak yang lain
menyangkut berbagai konteks. Pertama, pada konteks kekuatan umat Islam memerangi
orang-orang munafik, seperti firman Allah Swt. yang dinyatakan dalam QS. At-
Taubah/9:107. Kedua, pada konteks kekuatan umat Islam memerangi orang-orang Yahudi,
seperti pernyataan firman Allah Swt. pada QS. Al-Ma'idah/5: 64. Ketiga, pada konteks
kekuatan umat Islam (negara) memberikan penjelasan atau bentuk sanksi hukuman bagi
perusuh dan pembuat keonaran. Seperti firman Allah Swt. yang tertera di dalam QS. Al-
Ma'idah/5: 33. Keempat, kata harb (
) juga diungkapkan di dalam konteks memerangi
orang-orang kafir yang mengkhianati janji. Seperti dijumpai firman Allah Swt. di dalam QS.
Al-Anfal/8:57, Kelima, kata itu juga disebut di dalam konteks kekuatan umat Islam (negara)
memerangi pelaku riba seperti firman Allah Swt. di dalam QS. Al-Baqarah/2: 279. Keenam,
kata itu disebut di dalam konteks penjelasan tentang tawanan perang yaitu pada QS.
Muhammad/47:4.
(4) Term Al-Nafir
Kata nafar () adalah kata benda yang merupakan turunan dari kata kerja nafara ()
terdiri dari huruf nun - fa - ra, ia mengandung makna yang beragam sesuai dengan perubahan
bentukan kata (derivasi)-nya dalam sebuah konteks pembicaraan. Beberapa makna dari kata
itu, antara lain: bila berhubungan dengan huruf 'an () berarti dzahaba (  = pergi); bila
berhubungan dengan huruf min (  ) berarti inqabadha (  = menjauh); dan ketika
nafaraberhubungan dengan ila ( ) berarti fazi’a ( = minta perlindungan).
Di dalam Al-Qur'an, kata nafar () dengan berbagai bentuknya terdapat sebanyak 17
kali yang terdiri dari: satu kali di dalam bentuk fi’l mȃdhi; delapan kali di dalam bentuk fi'l
mudhȃri'; empat kali di dalam bentuk fi'l amar (kata perintah); sembilan kali di dalam bentuk
ism mashdar; dan satu kali di dalam bentuk ism fa'il (pelaku). Kata nafar itu sendiri terdapat
sebanyak tiga kali di dalam bentuk jamak.
Menurut mufassir Fakhruddin Ar-Razi, ayat ini berhubungan dengan peringatan Allah
terhadap orang-orang mukmin di Madinah yang berangkat seluruhnya ke medan
pertempuran, sehingga Rasulullah saw mereka tinggalkan begitu saja sendirian. Al-Razi
menambahkan, maksud teguran itu adalah supaya ada di antara mereka yang tinggal di kota
Madinah untuk mendalami syariat (agama Islam). QS. At-Taubah/9: 122, menjelaskan:























Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
(5) Term Al-Ghuzzâ
Kaidah bahasa Arab dari Kata Al-Ghuzzâ dengan alif lam qomariah (), Ghuzzan,
tanpa diawali alif lam qomariyah atau ghuzâtan adalah isim jama dari al-ghâzi () atau
ghâzin ( ) artinya perajurit. Isim tersebut diambil dari asal kata kerja  dan al-
ghâzi () sebagai isim fa’il adapun jamaknya ghuzâtun (
). Kata ini memiliki makna
yang beragam, di dalam Kamus disebutkan:    yang berarti mengirim
(pasukan) untuk melakukan penyerbuan. Ghazza dengan huruf zai bertasydid atau aghazza
(
atau 
 ) berarti mengistimewakan, seperti dikatakan ghazza fulanun bi fulanin
Vol. 3, No. 3, 2025
11
ghazazan yakni mengkhususkan dari antara para sahabatnya. Dan ghazza fulanun bil
qarabati wal auladi wal jiran, berarti berbuat baik kepada mereka.
Walaupun Al-Qur’an menyebut kosakata Al-Ghuzza () hanya sekali sebagaimana
yang tercantum dalam QS. Ali Imran/3:156, sebagai berikut:







































“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-
orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka
mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: "Kalau mereka tetap bersama-
sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh". Akibat (dari perkataan dan
keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di
dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu
kerjakan.”
(6) Term Al-Zahfu
Al-Zahf secara etimologis atau zahfan dalam bentuk nakirah sesuai penyebutan Al-
Qur’an, adalah isim masdar yang berasal dari kata kerja lampau (fi’l madhi) zahafa-yazhafu-
zahfan, artinya "berjalan di atas perut (merayap) seperti ular. Atau merangkak di atas pantat
atau di atas dua lutut seperti anak kecil. Atau berjalan dengan gerak yang berat dan langkah
yang pendek-pendek secara bersambung, seperti rangkakan belalang kecil dan barisan
tentara menuju musuh. Maksudnya, karena terlalu banyaknya dan padatnya, sehingga
tampak seperti merayap. Karena seluruh barisan itu tampak bagaikan satu tubuh yang
bergabung menjadi satu. Maka terlihatlah gerak mereka yang lambat sekalipun sebenarnya
cepat. Asal az-zahf adalah bangkit serta jalan kaki seperti bangunnya anak kecil sebelum
dapat berjalan (merangkak). Kata az-Zahfu adalah satu-satunya kata dalam Al-Qur’an yang
terdapat pada Qs. Al-Anfal/8:15, sebagaii berikut:
















“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir
yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).”
(7) Term Al-Daf’u
Kosakata Al-Daf’u
 dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti dasar menolak,
mendorong. Secara etimologis Al-Daf’u kata benda yang berasal dari kata kerja 
 , sedangkan Ibnu Mandzur mengartikan

 atau melenyapkan dengan
kekuatan.
Kata
 dan turunannya ditemui dalam Al-Qur’an sebanyak 10 ayat, yaitu: QS. An-
Nisa/4:6,6. QS. Al-Mukminun/23: 96, QS. Fush-shilat/41:34, QS. Ali-Imran/3: 167, QS.
Al-Hajj/22:38, QS. Al-Baqarah/2:251, Al-Hajj/22:40, At-Thur/52:8, Al-Ma’arij/70:2. Ar-
Raghib al-Isfahani menjelaskan bahwa kata ad-daf’u itu mengandung beragam makna sesuai
dengan perubahan bentukan kata (derivasi)-nya dalam sebuah konteks pembicaraan, atau
kata yang mengiringinya.
Kata ad-daf’u dalam bentuk isim fa’il
, diterangkan dalam QS. Al-Ma’arij/ :2 yang
berbunyi




, ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, seputar pertanyaan
tentang datangnya adzab


Maka Nabi jawab: untuk orang-orang kafir, tidak
ada seorang pun yang dapat menolaknya 



. Kata  dapat dijumpai dalam
QS. Al-Baqarah/2: 251 yang berbunyi:
Vol. 3, No. 3, 2025
12
















“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan
sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang
dicurahkan) atas semesta alam.
Dan Qs. Al-Hajj/22: 40 yang berbunyi:


























Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang
lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang
Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan
menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa.
Ibnu Kastir dalam tafsirnya menjelaskan QS. Al-Hajj/22:40, sebagai berikut:
“Sekiranya suatu kaum tidak membela kaum yang lain (teraniaya) dan suatu kaum tidak
menghalangi kejahatan yang akan ditimpakan pada kaum yang dituju karena sebab-sebab
yang dimunculkan, niscaya bumi akan rusak dan binasalah kaum yang lemah atas
pemangsaan kaum yang kuat.”
(1) Solusi Konflik Jihadil Global: Perspektif Al-Qur’an
Solusi (penyelesaian) yang ditawarkan penulis tentang konflik Rusia-Afghanistan
dalam perspektif Al-Qur’an adalah:
Pertama, kaidah al-bunyàn al-marshūs. Ia diletakkan sebagai kaidah pertama oleh
peneliti karena ia menjadi objek daripada jihadis global. Para jihadis global tidak mungkin
dapat merealisasikan hasratnya di puncak Dzirwatu Sanàm al-Islàm (Puncak Jihad dalam
Islam) tanpa bergabung dengan mujahidin Afghan sebagai pemilik problematika jihad.
Sementara itu, mujahidin Afghan tidak dapat mengaktualisasikan kehidupan di bumi hijrah
tanpa kederma-wanan pemerintah Pakistan. Pada waktu yang sama, negara Pakistan
terancam keamanan luar negerinya dengan invasi Rusia ke Afghanistan. Sebagai tetangga,
Pakistan membutuhkan bantuan mujahidin Afghan dan para jihadis global. Maka ketiga
komponen tersebut harus menjadi satu bagian dalam bangunan kesepakatan dan kerjasama
secara fundamental untuk menentaskan pertarungan yang disebut dengan kaidah al-bunyàn
al-marshūs (bangunan yang kokoh). Al-Qur’an memberi kabar gembira kepada berbagai
elemen perjuangan untuk bersinergi dalam satu komponen atau shaf yang kokoh dan
terstruktur rapi, seperti diisyaratkan dalam Qs. Ash-Shaf/61: 4, yaitu:
(2)













“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan
yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Kedua, kaidah profesionalisme, yaitu sekecil apa pun suatu pekerjaan harus dilakukan
secara itqan atau profesional. Apatah lagi seperti pekerjaan besar seperti jihad melawan
musuh, harus dikerjakan secara profesional. Dalam hal ini, masing-masing komponen di atas
harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk tujuan penuntasan konflik secara
cerdas. Bagi setiap komponen, harus berbuat sesuai tupoksinya masing-masing. Kaidah ini
merujuk pada prinsip Qs. Al-Isra’/17: 84, yaitu:
Vol. 3, No. 3, 2025
13
(3) 󰇟












“Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.’ Maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.
Ketiga, kaidah keselamatan, yaitu masing-masing komponen berupaya kuat meng-
amankan komponen lainnya selain mengamankan dirinya sendiri. Kaidah menjunjung tinggi
dan saling menyelamatkan tidak saling membahayakan. Hidupnya kekuatan perlawanan
untuk keselamatan bersama yang membutuhkan jiwa besar dan karya-karya besar yang akan
diikuti orang-orang yang hidup di kemudian hari sebagai generasi pelanjut yang amal
mereka berpahala sebagai bekal untuk akherat kelak. Poin penting ini berdasarkan pada
firman Allah dalam Qs. Al-Anfal/8: 27, yaitu:
(4)













(5)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
serta janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu
mengetahui.
Keempat, kaidah perselisihan, yaitu masing-masing komponen menahan diri untuk
tidak memperbesar perselisihan sesama. Menjunjung tinggi kebersamaan dan persatuan,
sambil memperkecil perselisihan dan perbedaan pendapat di antara sesam faksi yang sedang
berjihad di jalan Allah. Kaidah ini berdasarkan prinsip Qs. Al-Anfal/8: 46, yaitu:
(6)

















Taatilah Allah dan Rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang, serta bersabarlah.
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.
Kelima, kaidah perlawanan, yaitu suatu kesepakatan di mana perlawanan ditetapkan
sebagai suatu aksi bersama hingga hengkangnya Rusia dari bumi Afghanistan, Menjunjung
tinggi tujuan bersama, membendung perlawanan terhadap Rusia dan Komunis dengan
berbagai taktik, membuatnya lelah dan terkurung. Poin penting ini berdasarkan pada prinsip
Qs. Al-Hajj/22:40 yaitu:
(7) 






































(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya, tanpa alasan yang benar
hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami adalah Allah.” Seandainya Allah tidak menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-
biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah. Sungguh, Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Keenam, kaidah kekuatan spiritual, yaitu suatu keyakinan bahwa kemenangan diraih
kaum Muslimin ketika menyandarkan semua bentuk kekuatan, pertolongan dan karunia
Vol. 3, No. 3, 2025
14
kemenangan pada Zat Allah. Siapa yang memperjuangkan agama-Nya cepat atau lambat
Allah sendiri yang akan memenangkannya. Keyakinan spiritual bahwa pejuang yang
tangguh 20 orang akan mengalahkan 200 musuh, seperti dinyatakan oleh Allah dalam Qs.
Al-Anfal (8): 65, yaitu:



















“Wahai Nabi (Muhammad), kobarkanlah semangat orang-orang mukmin untuk
berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus (orang musuh); dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antara
kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir karena mereka (orang-orang
kafir itu) adalah kaum yang tidak memahami. Mereka tidak mengerti bahwa berperang itu
harus didasari semangat membela keyakinan dan menaati perintah Allah Swt. Mereka
berperang semata-mata mempertahankan tradisi jahiliah dan maksud-maksud duniawi
lainnya.” (Qs. Al-Anfal [8]: 65).
KESIMPULAN
Menyimak apa yang sudah ditemukan melalui hasil-hasil penelitian di atas, maka
dapatlah ditarik beberapa simpulan sebagai penegasan, antara lain:
Dalang utama kehadiran jihadis global dalam konflik Rusia-Afghanistan adalah
Abdullàh Yüsuf Azzàm, tokoh pemikir berkebangsaan Palestina. Prinsip jihadis global
tertuang melalui dua buku karya dari tokoh utama pencetus ide jihahdis global tersebut. Ia
menerangkan pelbagai keajaiban jihad Afghan pada tahun-tahun pertama melawan tentara
Rusia. Hal ini diyakini sebagai pertolongan Allah yang menunjukkan bahwa jihad adalah
tindakan yang benar. Allah Swt menampakkan banyak karamah di pihak mujahidin. Salah
satu contoh segenggam pasir yang dilempar ke arah tank, dengan kekuasaan Allah, pasir itu
menjelma seperti bom yang dapat meledak dan dapat menghancurkan tank baja Rusia. Kisah
lain tentang harumnya aroma para syuhada yang mati di jalan Allah, padahal tidak diberi
minyak wangi.
Paradigma perlawanan jihad global terhadap konflik Rusia-Afghanistan adalah “’Isy
Kariman au Mut Syahidan” (Hidup Mulia atau Matih Syahid). Melalui paradigma inilah
mereka mengangkat senjata untuk Jihad Fi Sabîlillàh. Para pejuang Afghanistan bertekad
untuk bertahan membendung kekuatan beruang merah berpaham Komunis Marxis tersebut
dalam ruang gerak wilayah yang terbatas menyebabkan moral spiritual mereka runtuh.
Pilihan yang ditawarkan mujahidin Afghanistan terhadap Rusia hanya memilih satu di antara
dua opsi: (1) menerima Islam sebagai agama dan menghentikan peperangan, atau (2) mereka
meninggalkan bumi Afghanistan dan meletakkan senjata dalam keadaan kalah. Opsi ini
diberikan, sebelum datang suatu ketika mereka dipaksa mundur dalam keadaan hina dengan
kepala tertunduk.
Term Al-Qur’an yang menjadi sumber inspirasi perlawanan jihadis global adalah kata-
kata kunci yang menjadi titik fokus para mujahidin merujuk, yaitu: jihad, qital, harb, nafir,
guzza, zahfu, dan daf’u. Rupanya, tonggak permasalahannya bukan lagi pada nuansa
perebutan pengaruh dan kekuasaan antara dua negara Rusia dan Amerika sebagai adikuasa,
Vol. 3, No. 3, 2025
15
tetapi sudah memasuki wilayah maqashid Syari’ah yang merenggut 3,5 juta jiwa nyawa
muslim yang tidak berdosa. Wilayah agama dalam konteks ideologi, persaudaraan, harga
diri dan persatuan umat Islam. Oleh karenanya bukan hal yang naif, bila hal itu
membangkitkan simpati, rasa persaudaraan dan keterpanggilan jiwa kaum Muslimin dari
berbagai negara untuk membantu, baik yang bersifat moril maupun materiel. Wilayah
Maqashid Syari’ah adalah wilayah sensitif, karena menyangkut nyawa, agama, akal, harta,
dan keturunan manusia.
Solusi atas konflik jihadil global dalam perspektif Al-Qur’an pun diberikan melalui
enam kaidah, yaitu: Pertama, kaidah al-bunyân al-marshûsh, yaitu suatu kesepakatan
kerjasama tiga komponen perlawanan antara jihadis global, mujahidin Afghan dan
pemerintah Pakistan. Kedua, kaidah profesionalisme, yaitu masing-masing komponen
berupaya mengimplementasikan tanggung jawabnya secara baik dan benar. Ketiga, kaidah
keselamatan, yaitu masing-masing berupaya semaksimal mungkin untuk mengamankan
komponen lainnya. Keempat, kaidah perselisihan, yaitu masing-masing komponen
berupaya menahan diri tidak memperbesar perselisihan sesama dalam masalah furû’iyah.
Kelima, kaidah perlawanan, yaitu merealisasikan aksi perlawanan bersama hingga batas
mundurnya Rusia dari bumi Afghanistan. Keenam, kaidah kekuatan spiritual, yaitu
mendasarkan sepenuhnya pada keyakinan akan adanya bantuan dan pertolongan dari Allah
dalam usaha perjuangan suci mereka itu. Wallahu a’lam.
REFERENSI
Al-Banna, Gamal, Jihad, diterjemahkan Tim MataAir Publishing dari judul aslinya, Al-
Jihad, Jakarta: MataAir Publishing, 2006, Cet. ke-1
Al-Marȃghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, Kairo: Al-Babi Al-Halabi, 2007, jilid 3
juz 9.
Al-Qasimî, Muhammad Jamaluddin, (1332H), Mahâsin At-Ta’wîl Tafsir Quran al-Karim,
Beirut Libanon: Mu’assasah Târikh Al-‘Arabi, 1994.
Al-Suri, Abu Mush’ab, Perjalanan Gerakan Jihad (1930-2020) Sejarah Eksperimen dan
Evaluasi, diterjemahkan oleh Agus Suwandi dari judul aslinya, Da’watu Al-
Muqawamah Al-Islamiyah Al-Alamiyah, Bab Hashodu Al-Shahwah Al-Islamiyah wa
Al-Tayyar Al-Jihadi, Solo: Jazera, 2019
An-Nawawî, Muẖyid-Dîn, Shâhîh Muslîm bi Syarhi an-Nawawî, Kairo: Dâr al-Hadîts, 1994,
Cet.I. Hadis 1731, h. 897.
Ar-Razi, Fakhruddin, Tafsîr Al-Kabîr Mafâtihul Ghaib, Kairo: Dar Al-Hadis, 2020.
Azzam, Abdullah Yusuf, Al-Difȃ’ ‘An Arȃdhî Al-Muslimîn Ahammu Furûdh Al-A’yân,
Peshawar: Ittihad Islami Mujahidin Afghanistan, 1405H/1406H, Cet.II
Azzam, ‘Abdullâh Yûsûf, Fȋ Al-Jihâd: Ȃdâb Wa Ahkâm (Dalam Jihad Terdapat Adab dan
Hukum-Hukum), Peshâwar: Bait Al-Khadamât li Al-Mujâhidȋn, 1984
Azzam, Abdullah Yusuf, Ad-Difȃ’ ‘An Arȃdhî Al-Muslimîn Ahammu Furûdh Al-A’yân,
Peshawar: Ittihad Islami Mujahidin Afghanistan, 1405H/1406H, Cet.II, h.7
‘Azzām, Abdullâh Yûsûf. Min Fiqh Al-Jihâd: Al-Syahȋd Wa Asy-Syahâdah (Beberapa
Ketentuan Fiqih Tentang Mati Syahid), Peshâwar: Bait Al-Khadamât li Al-Mujâhidȋn,
1984
Vol. 3, No. 3, 2025
16
‘Azzâm,Abdullâh Yûsuf, Al-Islâm Wa Mustaqbal al-Basyariyah (Islam dan Masa Depan
Kehidupan Manusia), Peshawar: Bait al-Khadamât Li al-Mujâhidîn al-‘Arab wa al-
Afghân, 1994, Cet. ke-1.
‘Azzām, ‘Abdullâh Yûsûf, Al-Murjifûn Wa Al-Amal Al-`Arȋdh (Orang Gemetar dan
Harapan Besar ), Peshâwar: Bait Al-Khadamât li Al-Mujâhidȋn, 1984
‘Azzām, ‘Abdullâh Yûsûf, Asy-Syabhu Ar-Rahȋb (Bayangan Yang Mnakutkan). Peshâwar:
Bait Al-Khadamât li Al-Mujâhidȋn, 1984
Azzām, Abdullâh Yûsûf. Li Ayyâm Asy-Syadâ’id (Menghadapi Hari-Hari Yang Amat Sulit),
Peshâwar: Bait Al-Khadamât li Al-Mujâhidȋn, 1984.
Aidintan, Mehmet Ali Emir, Soviet Afghan War: The Factor Beneath the Invasion, Ankara:
Department of International Relations Ġhsan Doğramacı Bilkent University, 2013
Askar, S., Kamus Arab-Indonesia Al-Azhȃr Terlengkap Mudah dan Praktis, Jakarta Selatan:
Senayan Publishing, 2011, Cet. III
Braithwaite, Rodric, Afgantsy: the Russians in Afghanistan, 197989, New York: Oxford
University Press, Inc., 2011
Bâqi, Muẖammad Fuâd Abdul, ` Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadz Al-Qur’an Al-Hakîm, bi
Hasyiyah Al-Mushaf Al-Syarif, Kairo: r al-Hadist, 1428H/1996 M
Christian Caryl, Strange Rebels 1979 and the birth of 21th Century, New York: Basic Book,
cet. 1, 2013
https://www.britannica.com/dictionary/paradigm. Diakses pada 21 Juni 2023, Pukul 22.23.
https://arabiyatuna.com/teoriperlawanan/#:~:text=Kekuasaan%2C%20sebagaimana%20ya
ng%20dikemukakan%20Weber.Diakses 4 Juli 2023, pk. 09:47
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.almaany.arid.Diakses 10 Juli 2023,
pukul 06.05
Kakar, M. Hassan, Afghanistan The Soviet Invasion and The Afghan Response 1979-1982
Los Angeles-London: University of California Press, 1995 (PDFDrive)
Mubarak, La Ode Agus Salim, “Paradigma PerlawananJihadis Global Dalam Konflik Rusia
dan Afghanistan Dasawarsa 1979-1989 Perspektif Al-Qur’an,” Program Studi Doktor
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Konsentrasi Pendidikan Berbasis Al-Qur’an Proram
Pascasarjana PTIQ Jakarta 2023 H./1444 M.
Munawwir, Ahmad Warson, dan Ali, Zainal Abidin Ma’shum, Kamus Al-Munawwir Arab
Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progresif, 1984, h.1005
Majmâ’ al-Lughah al-‘Arabiyyah (Komus Bahasa Arab), Mu’jâm Alfâdz al-Qur`ân al-
Karîm, Damaskus: al-Hay’ah al-‘ammah li al-Kitâb, 1919, Jil. 1.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2003, Edisi Ketiga
Roy, Olivier, Islam and Resistance in Afghanistan, Cambridge and New York: Cambridge
University Press, 1986.
Raco, J.R., Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya, Jakarta:
PT Grasindo, 2010
Shihab, M. Quraish, dkk, Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosakata, Jakarta: Lentera Hati,
2007
The Atlantic’s Daily Newsletter berjudul How Afghanistan Changed a Superpower
Moscow’s failed intervention led Soviets to reassess both the ends and the means of
empire, ditulis oleh Joy Neumeyer, 28 Agustus 2021
Umar, Nasaruddin, Rektor Universitas PTIQ Jakarta, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta,
dan Menteri Agama Republik Indonesia dalam Kabinet Indonesia Merah Putih (2024-
2029)
Vol. 3, No. 3, 2025
17
Wadle, Ryan, Afghanistan war: A Documentary and Reference Guide, 2018
Woodrow Wilson International Center for Scholars, Cold War Internationl History Project,
Inside The Soviet Invasion of Afghanistan and The Seizure of Kabul December 1979,
Working Paper #5, Washington DC.20523: CWIHP, 2007.[]